- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Uzlah dan Khalwat: Tradisi Para Nabi dalam Menghadapi Ujian

Google Search Widget

Pandemi Covid-19 telah mendorong banyak negara di dunia untuk menerapkan berbagai kebijakan pencegahan, seperti physical distancing, karantina wilayah, dan lockdown. Bagi umat Islam yang memahami tasawuf, konsep-konsep seperti ‘uzlah, khalwat, infirad, dan riyadhah mungkin sudah dikenal sebelumnya. Secara harfiah, uzlah berarti mengasingkan diri dari keramaian, sedangkan khalwat atau infirad berarti menyendiri. Riyadhah adalah pelatihan spiritual yang biasanya dilakukan di tempat sepi, jauh dari keramaian. Meskipun istilah-istilah ini tidak sepenuhnya sama, semuanya mengarah pada tujuan yang serupa: menjauhkan diri dari kemaksiatan dan lebih fokus pada ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah (SWT).

Tujuan dari uzlah, khalwat, infirad, atau riyadhah adalah menjaga agama, sedangkan physical distancing, social distancing, dan lockdown bertujuan menjaga keselamatan jiwa. Keduanya dapat dilakukan secara bersamaan, karena penjagaan agama tidak dapat dipisahkan dari penjagaan jiwa. Dalam situasi tertentu, penjagaan agama bahkan harus didahulukan. Praktik uzlah sudah ada sejak zaman para nabi, seperti yang diceritakan dalam Al-Qur’an, termasuk uzlah Nabi Ibrahim (AS), Ashabul Kahfi, dan Nabi Musa (AS).

Nabi Ibrahim (AS) mengasingkan diri dari kaumnya yang menyembah berhala, seperti yang tertera dalam Surat Maryam ayat 48. Ketika kaumnya terus menolak dan merendahkannya, Nabi Ibrahim (AS) menarik diri dan berdoa kepada Allah (SWT). Allah (SWT) kemudian menganugerahkan keturunan yang saleh kepadanya, yaitu Ishak dan Ya’qub (AS) sebagaimana disebutkan dalam Surat Maryam ayat 49.

Kisah Ashabul Kahfi juga diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran bagi umat berikutnya. Mereka meninggalkan penyembahan berhala dan mencari perlindungan di gua, di mana Allah (SWT) melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka (Surat Al-Kahfi ayat 16). Mereka berlari dari fitnah kekufuran dan kemusyrikan, dan Allah (SWT) melindungi mereka dari kezaliman.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah mengasingkan diri dari kaum Quraisy ketika penentangan terhadapnya mencapai puncaknya. Beliau memerintahkan para sahabat untuk berhijrah ke Habasyah dan kemudian ke Madinah, di mana agama Islam akhirnya berkembang. Aktivitas uzlah juga dilakukan Rasulullah (SAW) di Gua Hira sebelum menerima wahyu pertama.

Meskipun uzlah merupakan tradisi yang penting bagi para nabi dan orang-orang saleh, mereka tidak selalu mengasingkan diri. Ada kalanya mereka kembali ke tengah masyarakat untuk memperbaiki kondisi sosial. Banyak ulama menekankan pentingnya uzlah, seperti Sayyidina ‘Umar bin Khattab yang menganjurkan untuk mengambil uzlah sebagai bagian dari kehidupan. Namun, uzlah harus dilakukan dengan bekal ilmu yang memadai, sebagaimana disampaikan oleh Ibrahim An-Nakha‘i.

Dalam konteks ini, lockdown, karantina, atau isolasi sosial tidak sepenuhnya identik dengan uzlah, tetapi dapat dilakukan sebagai upaya menjaga keselamatan jiwa dan agama. Selama masa pengasingan, kita tetap dapat berpegang pada ajaran agama. Pandemi Covid-19 dapat dipandang sebagai teguran dari Allah (SWT) yang mendorong kita untuk introspeksi dan kembali kepada fitrah sebagai hamba-Nya, serta sebagai ujian yang mengharuskan kita bersabar, yang akan mendatangkan balasan besar dari-Nya.

Dengan demikian, uzlah dan khalwat bukan hanya tradisi yang dilestarikan, tetapi juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah (SWT) dalam menghadapi ujian kehidupan.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?