Hijrah secara bahasa berarti perpindahan. Dalam konteks Islam, hijrah adalah perintah untuk berpindah dari Kota Makkah ke Madinah. Setelah penaklukan Makkah, perintah hijrah tidak lagi bersifat fisik, melainkan lebih kepada aspek rohani atau spiritual. Saat ini, makna hijrah sering diartikan sebagai perubahan fisik, seperti penampilan atau busana yang dianggap lebih islami, hingga perubahan profesi yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Namun, terdapat juga praktik hijrah yang lebih inklusif, yang menghargai keragaman talenta, identitas, dan profesi, serta lebih peduli terhadap perdamaian dan kemanusiaan. Praktik hijrah ini mengajak umat Islam untuk tetap menjalani profesi masing-masing sambil terus mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sejalan dengan Surat Al-Isra ayat 84 yang menyatakan, “Setiap orang beramal sesuai keadaannya masing-masing. Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”
Syekh Muhammad (SAW) Nawawi Banten memberikan panduan untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang sedang dijalani. Menurut beliau, individu dapat beribadah dan berkontribusi tanpa mengorbankan waktu untuk profesi mereka. Dalam pandangannya, ada enam jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai kehidupan akhirat, yaitu sebagai ahli ibadah, orang alim, pelajar, perajin, pemerintah, atau ahli tauhid.
Setiap kategori memiliki cara dan tanggung jawab yang berbeda dalam menjalani hijrah. Ahli ibadah, misalnya, fokus pada ibadah mahdhah, sementara orang alim berperan dalam memberikan manfaat melalui pengajaran dan penulisan. Santri yang menuntut ilmu lebih diutamakan untuk belajar daripada berzikir. Bagi perajin dan profesional lainnya, mereka diharuskan untuk memenuhi kewajiban terhadap keluarga sambil tetap mengingat Allah dalam aktivitas sehari-hari.
Kebijakan pemerintah juga menjadi bagian penting dalam hijrah, di mana mereka harus memenuhi kebutuhan publik sesuai dengan syariat. Di sisi lain, ahli tauhid yang telah mencapai derajat tinggi dalam spiritualitas tidak perlu lagi mengamalkan banyak wirid, cukup dengan menjaga hati dan kehadiran bersama Allah.
Dengan demikian, hijrah bukan hanya tentang perubahan penampilan atau profesi, tetapi lebih pada bagaimana kita menjalani hidup dengan kompetensi dan profesionalitas yang sesuai dengan tuntunan syariat. Hijrah memiliki banyak cara dan manifestasi, yang mendukung keragaman identitas dan talenta umat Islam di tengah kompleksitas kehidupan saat ini. Wallahu a’lam.