Perintah untuk berdakwah, menyeru kepada kebaikan, dan mencegah kemunkaran telah jelas disebutkan dalam Al-Qur’an, “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma‘ruf dan mencegah yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung,” (Surat Ali ‘Imran ayat 104). Namun, tidak semua orang dapat langsung terjun ke dunia dakwah tanpa memenuhi syarat-syarat tertentu serta memahami metode dan cara yang tepat. Syekh As-Samarqandi menyebutkan lima syarat penting yang harus dipenuhi oleh seorang pendakwah.
Pertama, seorang pendakwah harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkara ma‘ruf dan munkar. Tanpa pemahaman yang jelas mengenai apa yang baik dan buruk, dakwah tidak akan efektif. Selain itu, penting bagi pendakwah untuk memahami latar belakang orang yang diajak berdakwah, termasuk pendidikan, status sosial, dan budaya mereka. Jika menghadapi pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya, pendakwah sebaiknya tidak ragu untuk mengatakan tidak tahu atau menunda jawaban hingga memperoleh informasi yang tepat.
Kedua, dakwah harus dilakukan dengan penuh kasih sayang dan lemah lembut. Pendakwah harus memiliki niat yang tulus agar orang yang diajak kembali ke jalan yang benar. Metode dakwah yang keras atau kasar justru akan menjauhkan orang dari kebaikan. Allah berpesan kepada Nabi Musa dan Harun untuk berbicara kepada Fir‘aun dengan kata-kata yang lembut (Surat Thaha ayat 44). Dalam konteks ini, dakwah harus dilakukan dengan hikmah dan nasihat yang baik, serta argumen yang kuat (Surat Al-Nahl ayat 125).
Ketiga, seorang pendakwah harus memiliki kesabaran yang tinggi. Menghadapi berbagai tantangan dan karakter orang yang berbeda merupakan bagian dari proses dakwah. Kesabaran sangat penting, seperti yang disampaikan Luqman Al-Hakim kepada putranya dalam Al-Qur’an (Surat Luqman ayat 17).
Keempat, pendakwah seharusnya mengamalkan apa yang mereka dakwahkan. Keteladanan sangat penting agar orang yang didakwahi dapat mengikuti ajaran yang disampaikan. Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an (Surat Al-Baqarah ayat 44) tentang pentingnya konsistensi antara ucapan dan tindakan.
Kelima, dakwah dilakukan semata-mata untuk mengharapkan ridha Allah, bukan untuk mencari popularitas atau kekuasaan. Selain lima syarat ini, Syekh ‘Ali Jumu‘ah menambahkan tiga syarat lainnya dalam Kitab ‘Aqidah Ahlissunnah wal Jamaah.
Keenam, dampak dari nahi munkar tidak boleh lebih besar dari perkara yang dilarang. Misalnya, melarang seseorang untuk tidak minum khamar tidak boleh sampai mengakibatkan tindakan yang lebih berbahaya. Ketujuh, pendakwah harus memiliki keyakinan bahwa amar ma‘ruf yang disampaikan akan berhasil. Terakhir, kedelapan, perkara yang dilarang tidak berada dalam wilayah ijtihadi, karena hal tersebut tidak termasuk dalam kategori larangan yang mutlak.
Dengan memahami dan memenuhi syarat-syarat ini, diharapkan dakwah dapat berjalan dengan efektif dan membawa manfaat bagi umat.