Istilah guru secara spesifik merujuk pada seorang pengajar dan pendidik profesional di lembaga pendidikan formal dengan kualifikasi tertentu, yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, baik di tingkat dasar maupun menengah. Namun, dalam pengertian yang lebih luas, siapa saja yang memberikan pengetahuan dan mengajarkan suatu ilmu dapat disebut sebagai guru, meskipun berada di luar lingkungan lembaga pendidikan formal.
Sosok seorang guru identik dengan orang yang berilmu dan berwawasan luas di bidang tertentu, yang berperan penting dalam mengantarkan orang lain kepada kebaikan serta mencegahnya dari keburukan. Hanya orang-orang yang berilmu dan berkeinginan baik yang mampu menjalankan tugas mulia ini. Dalam ajaran Islam, umatnya sangat didorong untuk menjadi pendidik yang berilmu, menyeru kepada kebaikan, dan mencegah keburukan. Mereka yang melakukannya digolongkan sebagai orang-orang beruntung di dunia dan akhirat, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung,” (Surat Ali ‘Imran ayat 104).
Hadits Nabi Muhammad (SAW) juga mengingatkan kita untuk menjadi orang yang berilmu, pembelajar, penyimak ilmu, atau pecinta ilmu, dan memperingatkan agar tidak menjadi yang kelima, yang berarti celaka. Anjuran untuk menjadi orang berilmu disertai dengan keutamaan yang besar. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu, seperti dalam ayat: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat,” (Surat Al-Mujadilah ayat 11).
Orang-orang berilmu juga memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan pesan-pesan Allah dan menjadi tempat bertanya, sebagaimana tercantum dalam Surat An-Nahl: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan,” (Surat An-Nahl [16:34]). Dalam hadits, kedudukan dan keutamaan orang berilmu sangatlah tinggi, di antaranya disebutkan bahwa “Para ulama itu pewaris para nabi.” Ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan mereka, karena tidak ada yang lebih tinggi dari para nabi dan rasul.
Lebih jauh, orang berilmu juga dimintakan ampunan oleh semua yang ada di langit dan bumi, termasuk para malaikat. Kematian mereka dianggap sebagai duka yang mendalam, dan hilangnya ilmu merupakan salah satu tanda dekatnya hari Kiamat. Dalam hadits disebutkan, “Di antara pertanda Kiamat adalah hilangnya ilmu,” yang terjadi dengan kematian orang-orang berilmu. Di alam kubur, mereka mendapatkan pahala yang terus mengalir, sebagaimana sabda Nabi Muhammad (SAW): “Jika seorang insan meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga amal: sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang selalu mendoakan,” (HR. Al-Tirmidzi).
Sebagai pelopor kebaikan, guru dan orang berilmu berhak mendapatkan balasan yang setimpal, seperti yang dinyatakan dalam hadits: “Siapa saja yang menempuh jalan kebaikan, maka dia mendapat pahalanya, sekaligus pahala orang yang turut mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun,” (HR. Ibnu Abi Syaibah). Di akhirat, orang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya akan mendapatkan perlakuan istimewa, termasuk masuk surga tanpa hisab.
Kemuliaan dan keutamaan guru serta orang berilmu dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya sangatlah tinggi. Semoga setiap usaha dan pengorbanan mereka dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.