Salah satu kemampuan yang dimiliki oleh makhluk Allah, khususnya manusia, adalah kemampuan untuk berbicara dengan dirinya sendiri. Pembicaraan tentang orang lain, meskipun hanya dalam hati, dikenal sebagai ghibah. Hal ini sering kali sulit dihindari, baik saat kita sendirian maupun ketika berkumpul dengan orang lain. Terkadang, ketika bertemu seseorang, kita tanpa sadar berpikir tentang keburukan orang tersebut, yang merupakan bentuk ghibah.
Dalam Islam, ghibah dilarang. Namun, Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa ghibah yang terlintas dalam hati dapat diampuni (ma’fu) selama tidak dilanjutkan. Hal ini dikarenakan pikiran yang muncul tiba-tiba tidak dapat dihindari, dan tidak ada cara untuk mencegahnya. Jika seseorang hanya sekilas berpikir, misalnya, “Eh, orang itu kok gendut banget, ya?”, maka hal tersebut diampuni. Namun, jika pikiran tersebut dilanjutkan dengan merenungkan lebih dalam tentang alasan di balik penampilan orang tersebut, maka ini bisa menjadi dosa.
Pikiran yang terlintas secara sekilas memang sulit untuk dihindari, tetapi melanjutkannya adalah sesuatu yang dapat kita kontrol. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin memberikan tips untuk mengenali pikiran negatif agar terhindar dari perbuatan ghibah. Ia menyatakan bahwa jika ada pikiran buruk tentang orang lain, itu adalah bisikan setan dan seharusnya kita tidak mempercayainya. Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak bersikap buruk terhadap orang lain tanpa bukti yang jelas.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga pikiran dan hati kita agar tidak terjerumus dalam ghibah. Ketika pikiran negatif muncul, kita harus segera mengalihkan perhatian kita kepada hal-hal yang positif dan menghindari memperdalam pemikiran tersebut. Dengan cara ini, kita dapat terhindar dari perbuatan yang tidak diinginkan dan menjaga akhlak kita tetap baik.