Hukum mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Ilmu menjadi jembatan untuk mendekatkan diri kepada Allah (SWT), dan orang yang memiliki ilmu akan diangkat derajatnya di hadapan-Nya. Sayyidina Ali (RA) menekankan bahwa seseorang yang mencari ilmu seharusnya tidak memiliki niat untuk membanggakan diri, berdebat dengan orang bodoh, atau untuk pamer di hadapan orang lain. Mencari ilmu hanya untuk mendapatkan gelar akademik atau jabatan tertentu adalah hal yang dilarang dalam agama.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad (SAW) mengingatkan bahwa barangsiapa yang belajar ilmu dengan tujuan mencari ridha Allah, namun hanya menginginkan keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat. Pesan ini menunjukkan pentingnya niat yang tulus dalam menuntut ilmu.
Imam Al-Ghazali juga memberikan pelajaran berharga mengenai niat dalam menuntut ilmu. Ia menceritakan pengalamannya dan saudaranya, yang awalnya mencari ilmu bukan semata-mata karena Allah, melainkan untuk mendapatkan makanan gratis. Namun, seiring waktu, mereka berdua menemukan bahwa ilmu yang mereka peroleh membawa mereka lebih dekat kepada Allah. Al-Ghazali mengingatkan agar orang tidak terjebak dalam pemikiran bahwa belajar ilmu untuk tujuan duniawi akan membawa kepada kedekatan dengan Allah.
Ilmu yang seharusnya dicari adalah ilmu yang berkaitan dengan Al-Quran, hadits, dan sejarah para nabi dan sahabat, karena ilmu-ilmu ini dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah. Sementara itu, ilmu yang hanya berfokus pada fatwa dan perdebatan tanpa pendekatan spiritual dapat menjadikan seseorang tamak terhadap dunia hingga akhir hayatnya.
Bagi mereka yang baru memulai mencari ilmu, niat untuk mendapatkan gelar atau kedudukan di masyarakat diperbolehkan, selama tetap berfokus pada ilmu-ilmu yang bermanfaat. Namun, bagi pencari ilmu yang tidak berkaitan dengan dua disiplin tersebut, seharusnya niatnya adalah untuk menjalankan perintah Allah dan mencari ridha-Nya. Mencari ilmu untuk memenuhi kebutuhan fardhu kifayah, seperti menjadi dokter, juga diperbolehkan, asalkan bertujuan untuk memberi manfaat bagi masyarakat.
Kesimpulannya, mencari ilmu apapun yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat diperbolehkan, asalkan dimulai dengan niat yang baik. Yang terpenting adalah tidak semata-mata mencari gelar atau jabatan, karena hal ini sangat remeh dibandingkan dengan kebesaran ilmu itu sendiri.