- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Masjid dan Pasar dalam Pandangan Allah

Google Search Widget

Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad (SAW) membangun komunitas masyarakat di Madinah dengan masjid sebagai pusat interaksi. Di masjid Nabawi, umat Islam awal berinteraksi dengan Nabi dan sesama Muslim. Namun, Nabi Muhammad (SAW) tidak hanya berdiam di masjid untuk beribadah, melainkan juga terlibat dalam aktivitas sehari-hari, termasuk berniaga. Dalam Surah Al-Furqan ayat 20, Allah berfirman: “Kami tidak mengutus sebelummu para rasul, melainkan sesungguhnya mereka sungguh memakan makanan (seperti kalian) dan berjalan di pasar…”

Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad (SAW) berperilaku seperti manusia biasa, termasuk berinteraksi dan berdagang di pasar. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad (SAW) menyebutkan kemuliaan masjid dan keburukan pasar: “Negeri (tempat) yang paling dicintai Allah adalah pada masjid-masjidnya, dan tempat yang paling dimurkai Allah adalah pasar-pasarnya” (HR Muslim). Keramaian pasar, dengan segala hiruk-pikuk dan potensi kecurangan, dianggap sebagai tempat yang tidak disukai Allah.

Pertanyaannya, apakah bekerja atau berniaga di pasar membuat Allah murka kepada kita? Terdapat kesan bertentangan antara ayat dan hadits tersebut. Untuk memahami ini, perlu disadari bahwa tidak ada yang salah dengan aktivitas niaga di pasar, asalkan dilakukan dengan cara yang benar. Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa masjid adalah tempat ketaatan, sedangkan pasar sering kali menjadi lokasi penipuan, riba, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai keagamaan.

Melalui penjelasan Imam An-Nawawi, kita dapat memahami bahwa kemuliaan masjid berasal dari perilaku baik di dalamnya, sementara pasar menjadi tempat yang tidak disukai Allah karena tindakan buruk yang sering terjadi di sana. Imam As-Suyuthi menegaskan bahwa ungkapan tentang masjid dan pasar mencerminkan sifat tempat berdasarkan aktivitas yang dilakukan di dalamnya.

Oleh karena itu, tidak ada yang salah dengan beraktivitas di pasar, selama kita menjaga integritas dan tidak terlibat dalam tindakan yang merugikan orang lain. Sebaliknya, masjid seharusnya menjadi tempat yang diisi dengan ibadah dan tindakan positif, bukan dengan perilaku buruk. Kemuliaan seseorang di masjid ditentukan oleh apa yang mereka lakukan, bukan hanya karena keberadaan fisik mereka di sana. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?