Potongan syair Qashidah Burdah yang terkenal, “Hual habîbulladzî turjâ syafâ’atuhû/li kulli haulin minal ahwâli muqtahimi,” menggambarkan harapan umat terhadap syafaat Rasulullah (SAW) ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Artinya, “Dialah al-habib, sang kekasih yang diharapkan syafaatnya/bagi setiap huru-hara yang menyergap tiba-tiba.” Penting untuk dicatat bahwa kata “diharapkan” menunjukkan bahwa meskipun syafaat Rasulullah (SAW) sudah pasti, umat tidak seharusnya tenggelam dalam maksiat dan hanya mengandalkan syafaat tersebut.
Syafaat Rasulullah (SAW) mencakup beberapa jenis, antara lain:
- Syafaatul Uzma: Syafaat pada hari pengadilan yang sangat mencekam, di mana manusia ingin berlari dari Mahsyar. Ini adalah maqam terpuji di mana semua manusia memuji Rasulullah (SAW).
- Syafaat untuk Surga tanpa Hisab: Rasulullah (SAW) akan memasukkan sekelompok orang ke dalam surga tanpa hisab, mengantar mereka dari kubur hingga ke surga.
- Syafaat untuk Memasukkan Orang ke Surga: Syafaat bagi sekelompok orang yang seharusnya masuk neraka agar dapat masuk surga.
- Syafaat untuk Mengeluarkan dari Neraka: Syafaat ini tidak khusus untuk Rasulullah (SAW) saja, tetapi juga dimiliki oleh para ulama dan auliya.
- Syafaat untuk Mengangkat Derajat di Surga: Meskipun tidak ada dalil yang jelas mengenai kekhususan syafaat ini untuk Rasulullah (SAW), Imam An-Nawawi berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi.
- Syafaat untuk Meringankan Siksa: Syafaat ini ditujukan untuk meringankan siksa sejumlah orang kafir, termasuk pamannya, Abu Thalib.
Syekh Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan bahwa meskipun terdapat ayat dalam Surat Ali Imran yang menyatakan bahwa siksa orang kafir tidak akan diringankan, hal ini tidak menafikan syafaat Rasulullah (SAW) dalam meringankan siksa yang bukan karena kekufuran.
Semoga Allah melindungi kita, keluarga, dan masyarakat dari segala larangan-Nya. Kita berharap agar nama kita dan keluarga kita termasuk dalam penerima syafaat Rasulullah (SAW).
