- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Makna ‘Al-Habib’ dalam Qashidatul Burdah

Google Search Widget

Kata ‘al-habib’ dalam Qashidatul Burdah muncul dalam larik yang berbunyi “Hual habîbulladzî turjâ syafâ’atuhû/li kulli haulin minal ahwâli muqtahimi.” Beberapa orang membaca istilah ini sebagai muqatahami. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai variasi arti dari kata ‘al-habib’, mari kita lihat larik tersebut beserta terjemahannya: هُوَ الحَبيبُ الذي تُرْجَى شَفاعَتُهُ ** لِكُلِّ هَوْل من الأهوال مُقْتَحِمِ. Artinya, “Dialah al-habib, sang kekasih yang diharapkan syafaatnya/bagi setiap huru-hara yang menyergap tiba-tiba.”

Kata ‘al-habib’ dalam konteks ini merujuk pada Nabi Muhammad (SAW), sebagaimana terlihat dalam frasa ‘Muhammadun sayyidu kaunaini was tsaqalain’ atau ‘Nabiyyuna’ pada larik sebelumnya. Terlepas dari rujukan tekstualnya, ‘al-habib’ di sini jelas merujuk pada sosok Nabi Muhammad (SAW).

Syekh Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan beberapa variasi makna dari ‘al-habib’, yaitu sebagai berikut: الضمير راجع لمحمد أو لنبينا والحبيب إما بمعنى محبّ فيكون اسم فاعل أو بمعنى محبوب فيكون اسم مفعول. وعلى كل فالمراد هو الحبيب لله أو لأمته لأنه أعظم محبّ لله وأفضل محبوب له وهو أيضا محبّ لأمته ومحبوب لها إذ من شرط كمال الإيمان أن يكون أحبّ من المال والولد والنفس. Artinya, “Dhamir atau kata ganti (hual habib) merujuk pada kata ‘Muhammadun’ atau kata ‘Nabiyunal amiru’. Kata ‘al-habib’ dapat berarti orang yang mencintai (ism fa‘il) atau orang yang dicintai (ism maf‘ul). Namun, apapun cara bacanya, yang dimaksud adalah orang yang mencintai Allah atau mencintai umatnya, karena Rasulullah (SAW) adalah orang yang paling mencintai Allah dan paling dicintai oleh-Nya. Selain itu, Rasulullah (SAW) juga sangat mencintai umatnya dan dicintai oleh umatnya, karena syarat kesempurnaan iman adalah mencintai Rasulullah (SAW) melebihi harta, anak, bahkan diri sendiri.”

Salah satu makna dari ‘al-habib’ adalah sosok yang seharusnya paling dicintai di dunia ini, melebihi siapapun. Cinta kepada Rasulullah (SAW) merupakan syarat kesempurnaan iman bagi seorang Muslim. Hal ini tercermin dalam sebuah hadits yang terkenal, di mana Sayyidina Umar (RA) pernah menyatakan kepada Rasulullah (SAW) bahwa beliau lebih dicintainya dibandingkan harta, anak, dan seluruh manusia, kecuali dirinya sendiri. Rasulullah (SAW) menjawab bahwa keimanan Sayyidina Umar (RA) belum sempurna hingga beliau lebih dicintai dibandingkan diri sendiri. Ketika Sayyidina Umar (RA) menyatakan bahwa Rasulullah (SAW) lebih dicintainya dari dirinya sendiri, Rasulullah (SAW) menyatakan bahwa keimanannya telah sempurna.

Dengan demikian, ‘al-habib’ bukan hanya sekadar istilah, tetapi merupakan pengingat bagi umat Islam untuk menempatkan cinta kepada Nabi Muhammad (SAW) di atas segala sesuatu, sebagai bagian dari kesempurnaan iman.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 6

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?