Di banyak mushalla dan masjid, baik di desa maupun kota, para muadzin sering mengawali azan atau iqamah dengan menyenandungkan shalawat yang diambil dari Qashidah Burdah karya Imam Al-Bushiri. Salah satu kutipannya berbunyi, “Muhammadun sayyidul kaunaini was tsaqalai/ni wal fariqaini min urbin wa min ajami/nabiyyunal amirun nahi fa la ahadun/abarra fi qauli la minhu wa la na’ami.” Banyak orang tua juga masih melantunkan kutipan ini di depan anak-anak mereka yang berusia di bawah 10 tahun, menjadikannya sebagai pembuka forum keagamaan seperti majelis taklim.

Kutipan tersebut memiliki arti, “Muhammad penghulu dua semesta, dua makhluk mulia, dan dua kelompok besar dari Arab dan ajam.” Syekh Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan bahwa istilah ‘kaunain’ merujuk pada dunia dan akhirat, sedangkan ‘tsaqalain’ berarti manusia dan jin, yang merupakan makhluk paling banyak dan berpengaruh di bumi, baik dalam hal populasi maupun dosa.

Syekh Khalid bin Abdullah Al-Azhari menegaskan bahwa manusia dan jin adalah makhluk paling mulia di atas muka bumi, dan Nabi Muhammad (SAW) adalah penghulu dunia dan akhirat. Hal ini menunjukkan betapa agung dan mulianya kedudukan Nabi Muhammad (SAW) sebagai makhluk yang diciptakan terlebih dahulu sebelum alam semesta, menegaskan posisinya sebagai sayyid atau penghulu dunia dan akhirat.

Dalam Qashidatul Burdah, Imam Al-Bushiri menyatakan bahwa Nabi Muhammad (SAW) adalah penyebab penciptaan dunia, dan tidak mungkin beliau (SAW) membutuhkan dunia, karena beliau adalah penghulu dunia itu sendiri. Dengan demikian, ungkapan “Bagaimana orang yang kalau bukan karena dirinya niscaya dunia ini takkan keluar dari ketiadaannya” menjadi sangat bermakna, menegaskan betapa pentingnya peran Nabi Muhammad (SAW) dalam penciptaan dan eksistensi dunia.

Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad wa alihi wa shabihi ajma’in. Wallahu a‘lam.