Ghibah, meskipun merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam, dapat dibenarkan dalam kondisi tertentu demi kepentingan yang lebih besar. Imam An-Nawawi menjelaskan enam kondisi di mana seorang Muslim diperbolehkan untuk melakukan ghibah, yang merupakan tindakan menceritakan keburukan orang lain.
Pertama, dalam konteks pengadilan, ghibah dibolehkan ketika seseorang melaporkan tindakan zalim yang dialaminya. Kedua, ketika melaporkan pelanggaran hukum kepada pihak yang berwenang dengan tujuan memperbaiki keadaan. Ketiga, saat meminta fatwa dari seorang mufti, di mana menceritakan masalah dengan jelas diperlukan untuk mendapatkan nasihat yang tepat, meskipun penyebutan nama secara personal sebaiknya dihindari jika tidak diperlukan.
Keempat, ghibah diperbolehkan dalam rangka mengingatkan masyarakat terhadap kejahatan, baik dari individu maupun institusi. Hal ini penting untuk menjaga keselamatan dan kebaikan bersama. Kelima, dalam situasi di mana seseorang melakukan kejahatan secara terang-terangan, seperti minum khamar atau melakukan tindakan zalim lainnya. Dalam hal ini, ghibah diperbolehkan dengan catatan tidak menyebutkan aib lain yang tidak terkait dengan tindakan tersebut.
Keenam, ghibah dapat dilakukan untuk menandai seseorang dengan kekurangan fisik atau gelar buruknya, asalkan tidak dengan maksud merendahkan. Misalnya, menyebut “Abdullah yang buta” dengan cara yang sopan dan disertai kata “maaf” untuk menghindari kesan merendahkan.
Imam An-Nawawi menekankan bahwa keenam kondisi ini tidak asal-asalan, melainkan berdasarkan hadits-hadits shahih. Salah satu contohnya adalah kisah Ibnu Mas‘ud (RA) yang melaporkan kekecewaan kepada Rasulullah (SAW), yang menunjukkan bahwa ghibah dalam konteks yang tepat dapat diterima. Hadits lain yang mendukung kebolehan ghibah dalam meminta fatwa juga menunjukkan bahwa tindakan ini dapat dilakukan demi kepentingan yang lebih besar.
Dengan demikian, ghibah dapat dibenarkan dalam konteks yang jelas dan dengan niat yang baik, seperti untuk kemaslahatan umum atau kepentingan hukum. Wallahu a‘lam.