Kekuasaan sering kali dianggap manis dan menggoda, membuat banyak orang berjuang mati-matian untuk mengejar atau mempertahankannya. Namun, penting untuk diingat bahwa kekuasaan bersifat sementara, sama seperti usia. Kekuasaan akan berakhir, dan banyak orang tidak siap untuk melepaskannya. Syekh Ibnu Athaillah mengingatkan kita dengan pernyataannya: “Jika kamu ingin tak lepas dari kekuasaan, maka jangan menduduki kekuasaan yang tak abadi untukmu.”
Syekh Syarqawi menjelaskan bahwa bagi mereka yang tidak ingin berakhir dalam kesedihan, sebaiknya menjauhkan diri dari kekuasaan. Mereka yang tidak siap menghadapi kefanaan kekuasaan perlu menjaga akal sehat dan menghindari posisi yang menyenangkan namun berisiko. Kekuasaan dapat berujung pada kesedihan, terutama ketika terpisah dari kekuasaan akibat kematian atau alasan lainnya. Oleh karena itu, akal sehat mendorong kita untuk tidak mengejar kekuasaan yang dapat berpotensi membawa kita pada pemecatan yang menyakitkan.
Bagi mereka yang tidak siap secara mental, lebih baik untuk menghindar dari kekuasaan. Perpisahan dengan kekuasaan, terutama melalui pemecatan, dapat menyebabkan sakit hati yang mendalam. Selain itu, mereka yang tidak siap menghadapi kekalahan dalam kontestasi politik sebaiknya mundur, karena kekalahan dapat membawa dampak negatif yang serius.
Sebaliknya, mereka yang siap menerima segala risiko harus siap memikul tanggung jawab jabatan yang diberikan dan melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Ini adalah panggilan untuk bersikap ridha terhadap takdir yang ditentukan oleh Allah. Wallahu a‘lam.