Buruk sangka dan ujaran kebencian sering kali mengincar para kiai dan orang-orang saleh. Fenomena ini dengan cepat menyebar di berbagai platform media sosial. Label ulama su (ulama yang dianggap jahat atau terjebak dalam duniawi) sering disematkan kepada kiai yang menjaga sikap moderat, proporsional, dan toleran. Sayangnya, sikap moderat ini sering kali disalahartikan sebagai sikap negatif, yang berisiko menimbulkan kesalahpahaman.
Namun, tindakan buruk sangka dan ujaran kebencian terhadap mereka tidak bisa dibenarkan. Buruk sangka tanpa bukti dan tabayun, ghibah, serta fitnah terhadap siapapun, termasuk para kiai dan orang saleh, adalah tindakan yang dilarang oleh agama. Tindakan ini dapat meruntuhkan fondasi ibadah kita kepada Allah. Sahal At-Tustari RA, yang dikutip oleh Syekh Abdul Wahhab As-Sya’rani, menegaskan pentingnya menghindari tindakan menyakitkan terhadap sesama, karena hal itu adalah racun yang mematikan.
Sahal At-Tustari RA menyatakan bahwa pokok ajaran Islam terdiri dari tujuh hal: berpegang pada Al-Qur’an, meneladani Rasulullah (SAW), mengonsumsi makanan halal, menjauhi maksiat, bertobat, menunaikan kewajiban, dan menahan diri dari menyakiti orang lain. Penahanan diri ini dibagi menjadi dua: menahan anggota badan dan menahan hati dari buruk sangka. Buruk sangka, terutama terhadap para wali, ulama, dan penghafal Al-Qur’an, termasuk dalam kategori racun yang berbahaya.
Ujaran kebencian dan fitnah tidak hanya menutup pintu rahmat Allah, tetapi juga membuka lebar pintu murka-Nya. Syekh Ali Wafa mengingatkan pentingnya menjaga hak-hak para wali dan ulama, karena tindakan ghibah, meskipun tidak sampai ke telinga mereka, tetap berbahaya. Pelindung mereka adalah Allah, dan tindakan kita dapat berakibat fatal.
Pesan ini sejalan dengan larangan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surat Al-Hujurat yang mengingatkan kita untuk menjauhi banyak sangka, karena sebagian sangka adalah dosa. Kita juga diingatkan untuk tidak mencari-cari kesalahan orang lain dan tidak mengghibah. Dengan menjaga sikap hati-hati dan tidak terburu-buru dalam menilai, kita dapat menghindari menyebarkan informasi yang tidak bertanggung jawab.
Keterangan ini bukan berarti melarang kritik terhadap pemikiran para kiai dan orang saleh. Namun, kita diharapkan lebih bijaksana dalam menyikapi informasi yang beredar dan tidak cepat mengambil kesimpulan. Dengan demikian, kita dapat menjaga keharmonisan dan menghormati peran penting para kiai dan orang saleh dalam masyarakat.