- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Interaksi yang Membentuk Karakter

Google Search Widget

Interaksi antar individu dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang tak terhindarkan. Namun, dalam konteks perbaikan diri, sangat penting untuk bergaul dengan orang-orang yang mampu menahan diri dari segala larangan Allah (SWT). Bagi kita yang sedang dalam proses perbaikan, pendidikan, atau penggemblengan diri, pemilihan teman bergaul menjadi krusial. Kita perlu mencari sosok yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, meskipun mereka mungkin tidak menghafal banyak ayat Al-Quran atau hadits Rasulullah (SAW), atau tidak sering memberikan ceramah agama.

Orang-orang yang berusaha keras untuk mengendalikan nafsu, berakhlak baik, dan menjaga ucapan, sangat penting bagi kita yang sedang berproses. Mereka yang berupaya menahan diri dari perilaku negatif, seperti menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian, seharusnya menjadi teman dekat kita. Hal ini sejalan dengan ajaran Syekh Ibnu Athaillah yang menyatakan bahwa lebih baik bersahabat dengan orang awam yang tidak merestui hawa nafsunya daripada dengan seorang pemuka agama yang merestui nafsunya.

Mengapa demikian? Karena pergaulan dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan batin dan karakter seseorang. Bergaul dengan orang yang tepat sangat diperlukan untuk mendidik jiwa kita. Syekh Syarqawi menjelaskan bahwa persahabatan dengan orang yang tidak merestui hawa nafsunya, meskipun ia awam, lebih bermanfaat dibandingkan dengan bergaul dengan seorang alim yang merestui nafsunya. Persahabatan dengan orang yang ridha atas nafsunya, meskipun ia berilmu, dapat membawa dampak buruk yang berisiko menular kepada kita.

Syekh Zarruq menambahkan bahwa relasi dalam pergaulan bisa berupa guru-murid, persahabatan, atau figur yang diikuti. Semua bentuk relasi ini memiliki potensi yang sama. Orang yang mampu menahan hawa nafsu memiliki tiga keistimewaan, yaitu keinsafan, tawadhu, dan membela kebenaran. Sahabat Ammar (RA) menyatakan bahwa ketika seseorang memiliki tiga sifat ini, maka keimanannya sempurna.

Hikmah ini bukan berarti kita harus menjauhi ustadz atau kiai, melainkan menekankan pentingnya memilih sahabat dan figur yang tepat dalam proses perbaikan diri. Kita perlu berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang-orang yang belum bisa mengendalikan hawa nafsunya, karena hal ini dapat berdampak negatif bagi jiwa kita yang sedang berkembang.

Sahabat, ustadz, atau guru yang baik adalah mereka yang tidak hanya tampil Islami, tetapi juga mampu menahan dorongan nafsu dalam diri mereka. Perilaku dan ucapan mereka seharusnya bijak dan penuh pertimbangan, sehingga dapat menjadi teladan bagi kita. Hikmah ini mendorong kita untuk berinteraksi dengan mereka yang mampu menahan diri dari sifat tercela, sebagai langkah aman bagi perkembangan batin kita.

Kita sebaiknya selalu berdoa agar tetap dalam bimbingan Allah (SWT) dan diberikan sahabat serta figur yang membawa maslahat bagi perkembangan kepribadian kita. Semoga kita senantiasa menemukan panutan yang baik dalam perjalanan kita menuju perbaikan diri.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 25

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?