Penerimaan Allah atas amal ibadah merupakan tujuan utama bagi setiap hamba-Nya. Namun, jenis amal ibadah seperti apa yang seharusnya diharapkan untuk diterima oleh Allah? Apakah amal yang banyak, amal yang berat, atau amal yang dikerjakan dengan penuh kesungguhan? Pertanyaan ini dijelaskan oleh Ibnu Athaillah dalam hikmah yang menyatakan bahwa tiada amal yang lebih diharapkan untuk diterima selain amal yang lenyap dari pandangan kita dan dianggap sepele.
Amal ibadah yang tidak kita hitung atau kita anggap tidak berarti justru merupakan amal yang paling layak untuk diharapkan diterima oleh Allah. Amal yang kita nilai penuh kekurangan adalah amal yang dapat diharapkan untuk diterima, terutama jika kita tidak menganggapnya ada sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa semua amal yang kita lakukan adalah semata-mata karunia Allah berkat taufiq-Nya.
Ibnu Athaillah menjelaskan bahwa amal yang paling diharapkan untuk diterima adalah amal yang kita pandang sebagai karunia dari Allah, bukan sebagai hasil usaha kita semata. Ketika kita menyadari bahwa semua amal kita dipengaruhi oleh taufiq Allah, maka kita tidak akan merasa sombong atau mengandalkan amal kita untuk mencapai kedekatan dengan-Nya. Sebaliknya, kita akan terus melihat kekurangan dalam amal ibadah kita dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang agung.
Amal yang diterima oleh Allah adalah amal dari orang-orang yang bertakwa. Mereka selalu memandang amal ibadahnya dengan penuh kerendahan hati, menyadari bahwa amal tersebut tidak sempurna. Ketidakpuasan terhadap amal yang dilakukan menjadi tanda bahwa amal tersebut mungkin diterima oleh Allah. Sebagaimana Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya menerima amal dari orang-orang yang bertakwa.”
Dalam konteks ini, penting untuk tidak terjebak dalam perasaan puas atas amal yang telah dilakukan. Merasa puas dapat menimbulkan ujub, yang merupakan penyakit hati yang berbahaya. Dengan demikian, kita diajak untuk melenyapkan diri dari amal ibadah kita dan menyadari bahwa semua itu adalah karunia Allah. Kita tidak boleh merasa sombong atas amal yang telah kita lakukan, melainkan selalu berusaha untuk memperbaiki diri dan terus beribadah dengan ikhlas.