Permintaan manusia terkait maksiat dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, ada permintaan agar Allah melindungi mereka dari maksiat. Kedua, ada permintaan agar Allah menutupi perbuatan maksiat mereka dari pandangan orang lain. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam hikmah yang menyatakan bahwa tirai terdiri dari dua jenis: satu untuk melindungi dari maksiat dan satu lagi untuk menutupi maksiat itu sendiri. Banyak orang awam meminta perlindungan Allah dari maksiat bukan karena kesadaran akan kesalahan mereka, tetapi karena takut kehilangan wibawa di mata publik.
Kaum awam sering kali lebih memperhatikan pandangan orang lain dibandingkan dengan hakikat keimanan. Mereka berharap mendapatkan manfaat dan menghindari mudharat dari masyarakat, sehingga sering kali beramal dengan niat riya, berusaha untuk terlihat baik di hadapan orang lain, dan tidak ingin kekurangan mereka diketahui oleh publik. Dalam konteks ini, mereka meminta kepada Allah agar menutupi maksiat mereka, meskipun mereka masih terlibat dalam perbuatan tersebut.
Fenomena ini terlihat jelas dalam firman Allah yang menyatakan bahwa mereka bersembunyi dari pandangan manusia, tetapi tidak dari Allah, yang selalu bersama mereka. Syekh Ibnu Ajibah juga menekankan bahwa Allah mengingatkan hamba-Nya bahwa jika mereka yakin Allah tidak melihat mereka, maka iman mereka lemah. Sebaliknya, jika mereka yakin Allah melihat mereka, mengapa mereka menjadikan-Nya sebagai yang paling tidak diperhatikan?
Kalangan awam cenderung menghindari maksiat bukan karena kesadaran moral, tetapi untuk menjaga citra mereka di hadapan publik. Syekh Ahmad Zarruq menjelaskan bahwa mereka tidak benar-benar menjauh dari maksiat, melainkan berusaha menutupi keburukan mereka untuk menghindari aib. Jika mereka merasa maksiat mereka tidak akan terungkap, mereka tidak akan bertobat. Permintaan mereka untuk dilindungi dari maksiat sering kali didasarkan pada kepentingan pribadi dan citra di masyarakat.
Uraian ini seharusnya menjadi cermin bagi kita untuk introspeksi diri. Ini bukan alasan untuk berhenti beribadah, melainkan sebuah pengingat untuk tidak terjebak dalam kepura-puraan dan untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Wallahu a’lam.