Tobat merupakan langkah awal yang penting bagi seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Proses tobat ini terdiri dari beberapa tahap, mulai dari ruang depan hingga ruang terakhir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam As-Sya‘rani dalam karyanya Al-Minahus Saniyyah. Tobat memiliki tingkatan, mulai dari tobat dari kekufuran, kemusyrikan, pelanggaran haram, hingga amalan yang makruh.
Namun, sering kali orang yang baru bertobat kehilangan kendali atas nafsunya dalam beribadah. Mereka lebih cenderung menghabiskan waktu dengan ibadah tambahan seperti puasa sunah, shalat sunah, atau bahkan melakukan umrah berulang kali. Hal ini bisa menjadi masalah ketika mereka mengabaikan kewajiban-kewajiban yang seharusnya dipenuhi. Dalam Al-Hikam, Syekh Ibnu Athaillah menegaskan bahwa salah satu tanda seseorang mengikuti hawa nafsu adalah kesegeraan dalam melaksanakan ibadah tambahan dan kelambatan dalam memenuhi kewajiban.
Pernyataan ini juga diperkuat oleh Ibnu Abbad dalam Syarhul Hikam-nya, yang menunjukkan bahwa banyak orang yang bertobat hanya fokus pada amalan tambahan, sementara kewajiban yang telah dilalaikan tetap terabaikan. Tugas utama bagi mereka yang bertobat seharusnya adalah menunaikan kewajiban, seperti membayar utang, mengembalikan hak orang lain, meminta maaf kepada yang telah dizalimi, dan menambal kewajiban shalat, puasa, serta zakat yang telah dilalaikan.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Pertama, menunaikan kewajiban sering kali dianggap tidak memiliki keistimewaan dan keutamaan, berbeda dengan amalan sunah yang terlihat lebih menjanjikan. Kedua, mereka yang baru bertobat sering kali tidak mampu mengendalikan nafsu ibadah yang menipu, sehingga lebih memilih amalan yang menyenangkan daripada yang sebenarnya merupakan tanggung jawab mereka. Wallahu a‘lam.