- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Mengatasi Amarah pada Anak Muda

Google Search Widget

Anak muda sering kali dikaitkan dengan emosi yang tidak stabil dan mudah marah. Mereka dianggap masih labil dan belum mampu mengontrol emosinya, sehingga sering melampiaskan amarah dalam ucapan atau tindakan kasar. Dalam pandangan Islam, emosi atau amarah dikenal sebagai ghadhab, yaitu mendidihnya darah hati yang disertai keinginan untuk melawan atau membalas dendam. Amarah ini berfungsi untuk mengusir bahaya sebelum terjadi dan untuk menyembuhkan serta membalas dendam setelah terjadi. Dalam melampiaskan amarah, terdapat kenikmatan, dan seseorang tidak akan merasa tenang tanpa melakukannya.

Menurut Al-Ghazali, ada dua faktor yang mempengaruhi sikap pemarah seseorang: faktor watak bawaan dan faktor kebiasaan serta keyakinan. Beberapa orang memang memiliki watak keras dan mudah marah. Sementara itu, orang yang sering melampiaskan amarah akan lebih sulit untuk mengontrol diri, terutama jika mereka meyakini bahwa tindakan tersebut adalah benar dan baik.

Untuk dapat mengontrol amarah, seseorang harus memiliki dua hal, yaitu ilmu dan amal. Ilmu di sini berarti memahami keutamaan menahan emosi serta dampak buruk yang ditimbulkan ketika melampiaskan emosi. Sedangkan amal meliputi tindakan seperti mengucapkan ta’awwudz, berwudhu, dan mengubah posisi dari berdiri ke duduk.

Faktor utama yang memengaruhi tingkat emosi adalah perkembangan akal. Semakin baik perkembangan akal seseorang, semakin mampu ia mengontrol emosinya. Dalam kitab Az-Zawajir disebutkan bahwa orang yang paling sedikit marah adalah orang yang paling sempurna akalnya. Jika kemarahan itu untuk dunia, maka itu adalah cerdik dan memperdaya. Namun jika untuk akhirat, maka itu adalah ilmu dan bijaksana.

Terdapat empat tingkatan perkembangan usia manusia menurut Al-Khazin: masa pertumbuhan (an-nusy’u) dari lahir hingga usia 33 tahun; usia stabil (al-wuquf) dari 33 hingga 40 tahun; usia tengah baya (al-kuhulah) dari 40 hingga 60 tahun; dan usia tua (as-syuyukhah) dari 60 tahun hingga akhir hayat. Kesempurnaan akal, yang merupakan faktor utama dalam mengontrol emosi, terjadi pada usia 33 hingga 40 tahun. Oleh karena itu, wajar jika anak muda masih memiliki emosi yang labil karena perkembangan akalnya belum mencapai puncaknya.

Abdullah bin Mas’ud dalam khutbahnya menyatakan bahwa masa muda adalah bagian dari kegilaan. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan masa muda untuk kehilangan akal karena meningkatnya minat terhadap kesenangan syahwat dan keinginan untuk melakukan hal-hal yang merugikan. Al-Ghazali pun mengatakan bahwa ghadhab atau marah adalah penyakit hati dan kurangnya akal, yang terjadi karena lemahnya diri seseorang. Orang-orang yang lemah lebih mudah emosi dibandingkan dengan orang yang kuat.

Salah satu cara mengatasi kemarahan adalah dengan menyampaikan kisah-kisah orang bijaksana, pemaaf, dan mampu menahan emosinya dari kisah para Nabi, wali, ahli hikmah, dan ulama. Kebalikannya juga perlu diceritakan agar anak muda dapat memahami konsekuensi dari kemarahan yang tidak terkontrol.

Secara umum, faktor utama yang menyebabkan anak muda mudah marah adalah perkembangan akalnya yang belum sempurna serta dorongan kuat untuk menuruti kesenangan nafsu. Untuk menangani hal ini, diperlukan upaya yang konsisten, termasuk banyak mendengar kisah-kisah keutamaan orang yang mampu menahan emosi serta keburukan orang-orang pemarah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 5

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?