Silaturahim dengan keluarga, sahabat, atau rekan kerja merupakan kegiatan mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Tujuan utama dari silaturahim adalah untuk menyambung dan mempererat ikatan persaudaraan. Dalam Al-Qur’an, terdapat sejumlah dalil yang menjadi acuan tentang anjuran silaturahim. Salah satunya terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 1:
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا
Artinya: “Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” Selain itu, Allah juga berfirman dalam Surat Ar-Ra’d ayat 21:
وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيَخۡشَوۡنَ رَبَّهُمۡ وَيَخَافُونَ سُوٓءَ ٱلۡحِسَابِ
Artinya: “Orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah perintahkan untuk disambungkan (seperti silaturahim), takut kepada Tuhannya, dan takut (pula) pada hisab yang buruk.”
Dua ayat di atas merupakan sebagian dari banyak dalil yang mendorong umat Islam untuk menjaga tali silaturahim, terutama dengan sanak keluarga. Pertemuan ini memiliki makna mendalam dalam menghubungkan kembali tali kekeluargaan. Namun, dalam praktiknya, kadang-kadang silaturahim dapat ternodai oleh hal-hal yang tidak baik, seperti tidak menjaga lisan dengan melontarkan pertanyaan yang bisa menyinggung perasaan. Misalnya, menanyakan kapan menikah kepada yang masih lajang atau kapan memiliki anak kepada pasangan yang sudah menikah.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sebaiknya dihindari dalam Islam karena dapat menyakiti perasaan orang lain. Islam mengajarkan bahwa lebih baik diam daripada berbicara jika itu akan menyakiti orang lain. Nabi Muhammad (SAW) bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra berkata: Rasulullah (SAW) bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berbicara baik atau diam.” (HR. Bukhari Muslim).
Hadits ini menegaskan pentingnya menjaga diri dari menyakiti orang lain, termasuk perasaan mereka. Rasulullah (SAW) bahkan lebih menganjurkan untuk diam daripada mengucapkan kata-kata yang tidak baik. Dalam riwayat lain, Rasulullah (SAW) menegaskan bahwa menjaga lisan adalah bagian dari keselamatan. Nabi Muhammad (SAW) bersabda:
وقال عقبة بن عامر: قلت: يا رسول الله, ما النجاة؟ قال: أمسك عليك لسانك وليسعك بيتك, وابك على خطيئتك
Artinya: “Uqbah bin Amir berkata: aku berkata: Ya Rasulullah, apa itu keselamatan? Nabi Muhammad (SAW) berkata: jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu lapang dan menangislah karena dosamu.” (HR. Turmudzi).
Hadits tersebut menjelaskan betapa pentingnya menjaga lisan dengan selalu berkata baik atau tetap diam jika tidak bisa berkata baik. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin membagi ucapan menjadi empat jenis: ucapan yang murni bermanfaat, ucapan yang murni buruk, ucapan yang tercampur antara baik dan buruk, dan ucapan yang tidak ada manfaat serta bahayanya.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa ucapan yang bermanfaat diperbolehkan bahkan dianjurkan sesuai dengan hadits Nabi Muhammad (SAW). Sebaliknya, ucapan yang murni buruk sebaiknya dihindari. Ucapan yang tercampur manfaat dan keburukan juga sebaiknya dihindari karena manfaatnya tidak sebanding dengan keburukannya. Adapun ucapan yang tidak ada manfaat dan keburukannya dianggap sebagai ucapan berlebih dan tidak dianjurkan dalam Islam.
Kesimpulannya, penting untuk menjaga lisan saat bertemu sanak keluarga dalam momen silaturahim. Semoga kita bisa menjadi bagian dari umat Islam yang mendapatkan pelajaran berharga dalam menjaga lisan agar tidak menyakiti perasaan orang lain.