Frugal living atau gaya hidup hemat yang mengedepankan kebijaksanaan dalam penggunaan uang semakin populer di berbagai kalangan, terutama generasi muda. Fenomena ini terlihat dari maraknya konten di media sosial yang membahas tips hidup hemat, DIY (Do It Yourself), dan memanfaatkan barang bekas. Konsep frugal living adalah tentang membuat pilihan-pilihan penting untuk hidup sesuai dengan kemampuan keuangan. Hidup hemat bukan berarti pelit atau hidup kekurangan, tetapi lebih kepada membuat pilihan cerdas agar hidup sesuai kemampuan dan terhindar dari jeratan hutang. Dengan demikian, frugal living bukan tentang pelit, melainkan tentang kesadaran dan kontrol terhadap pengeluaran. Orang yang menerapkan gaya hidup ini bukan berarti tidak mampu membeli barang-barang yang diinginkan, tetapi mereka lebih memilih untuk mengalokasikan uang dengan bijak untuk hal-hal yang benar-benar penting.
Di era konsumerisme yang merajalela, konsep frugal living kian diminati. Lebih dari sekadar tren, prinsip ini selaras dengan ajaran Islam, yang mendorong umatnya untuk hidup sederhana dan bersyukur atas nikmat Allah (SWT). Islam dengan tegas melarang pemborosan dan kemewahan yang berlebihan, seperti yang digariskan dalam Al-Qur’an. Larangan ini bukan semata-mata untuk membatasi kesenangan hidup, tetapi untuk mendorong umat Muslim menjadi pengelola harta yang bijak dan bertanggung jawab. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 26-27:
“Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Ayat ini menekankan pentingnya menggunakan harta dengan bijak dan bertanggung jawab serta menghindari perilaku boros. Sikap pemborosan adalah berlebih-lebihan dalam berfoya-foya dan membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak benar. Hal ini dapat berupa membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan atau menghabiskan uang untuk kesenangan semata.
Lebih lanjut, “tabdzir” atau pemborosan dipahami oleh ulama dalam arti pengeluaran yang bukan hak. Jika seseorang menafkahkan semua hartanya dalam kebaikan atau hak, maka ia bukanlah seorang pemboros. Misalnya, Sayyidina Abu Bakar (RA) menyerahkan semua hartanya kepada Nabi Muhammad (SAW) dalam rangka berjihad di jalan Allah, sementara Sayyidina Utsman (RA) membelanjakan separuh hartanya. Tindakan mereka diterima oleh Rasulullah (SAW) tanpa dinilai sebagai pemborosan.
Zuhud adalah konsep dalam Islam yang mengacu pada sikap sederhana dan tidak terlalu terikat pada materi dunia. Konsep ini menekankan pentingnya fokus pada kebutuhan dasar dan kebutuhan spiritual daripada terbuai oleh keinginan materi. Zuhud pada dasarnya adalah gaya hidup minimalis yang menghindari tergoda oleh kekayaan dunia dan tidak dikuasai oleh hawa nafsu. Dalam konteks frugal living, prinsip zuhud sejalan dengan prinsip hidup hemat, di mana seseorang mengurangi pengeluaran untuk barang-barang yang tidak penting dan berfokus pada kebutuhan yang lebih esensial.
Islam telah lama mengajarkan prinsip kesederhanaan ini. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan larangan terhadap perilaku berlebihan dalam konsumsi makanan, barang, dan minuman, karena perilaku berlebihan ini dianggap sebagai kesalahan yang mirip dengan tindakan setan. Sikap minimalis, sederhana, dan zuhud mampu mencegah manusia dari kecenderungan tamak dan serakah. Pada akhirnya, sumber dari sikap tamak dan serakah berasal dari perut yang jika tidak dikendalikan dapat membawa manusia ke kehancuran.
Abdul Karim al-Qusyairi dalam kitab Risalah al-Qusyairiyah menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti meninggalkan semua hal duniawi, melainkan tentang hidup dengan cukup dan bersyukur atas apa yang Allah berikan. Zuhud mengajarkan kita untuk mempertimbangkan setiap tindakan dan pilihan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang berzuhud akan berpikir dua kali sebelum menghabiskan uang secara berlebihan atau mengejar kesenangan duniawi yang sementara.
Dengan menerapkan konsep zuhud dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat mencapai kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Zuhud mengajarkan kita untuk memandang dunia sebagai sementara dan menempatkan prioritas pada pencapaian kebahagiaan abadi di akhirat.