- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Pemahaman Tauhid: Klasifikasi Rububiyyah dan Uluhiyyah

Google Search Widget

Ibnu Taimiyah membagi tauhid menjadi tiga macam, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah, dan Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid Rububiyyah diartikan sebagai pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan dan Penguasa segala sesuatu. Dia adalah pencipta dan pengatur seluruh alam semesta, tanpa ada sekutu dalam kekuasaan-Nya.

Dalam Tauhid Rububiyyah, tidak ada yang tidak tunduk pada perintah Allah. Tidak ada yang campur tangan terhadap hukum-Nya, tidak ada seorang pun yang dapat menandingi atau bersaing dengan-Nya dalam hal ketuhanan.

Sementara itu, Tauhid Uluhiyyah diartikan sebagai pengkhususan ibadah hanya kepada Allah dalam perkataan, niat, dan perbuatan. Seorang hamba tidak bernazar kecuali kepada-Nya, tidak menyeru kepada siapa pun di waktu senang atau susah, dan tidak meminta pertolongan kecuali kepada-Nya. Ini menegaskan bahwa seorang hamba harus meyakini bahwa Allah adalah pengatur alam semesta, sedangkan Tauhid Uluhiyyah menekankan pengesaan ibadah hanya kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya.

Pandangan orang-orang yang memahami pembagian tauhid ini menekankan bahwa seseorang harus bertauhid dengan kedua jenis tauhid tersebut. Mereka berpendapat bahwa ada orang-orang yang hanya bertauhid dengan Tauhid Rububiyyah, seperti orang-orang Musyrik Jahiliyah. Kaum Musyrik Jahiliyah diyakini telah bertauhid dalam aspek Rububiyyah saja, yaitu percaya bahwa Allah yang menciptakan alam semesta, matahari, bulan, dan lainnya. Hal ini berdasarkan pada ayat Al-Ankabut: 61.

Menurut mereka, kaum Musyrik Jahiliyah mengakui Tauhid Rububiyyah tanpa mengamalkan Tauhid Uluhiyyah. Mereka menyekutukan Allah dengan sesembahan lainnya, sebagaimana dinyatakan dalam ayat Az-Zumar: 3.

Namun, ada kritik terhadap pembagian tauhid ini. Dalam kitab-kitab tauhid Ahlussunnah wal Jama’ah, tauhid dibagi menjadi tiga kategori: Ilahiyyat yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, Nubuwwat yang terkait dengan sifat-sifat para nabi dan rasul, serta Ghaybiyyat yang berkaitan dengan hal-hal ghaib seperti malaikat, surga, dan neraka.

Menurut ulama Ahlussunnah wal Jama’ah, tauhid kepada Tuhan (Rabb) sebagai pengatur alam semesta adalah sama dengan tauhid kepada Ilah atau Tuhan yang disembah. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Memisahkan keduanya dapat menimbulkan kebingungan dan kontradiksi.

Implikasi dari pembagian tauhid menjadi dua ini adalah adanya kemungkinan bahwa seseorang dianggap bertauhid hanya dalam aspek Rububiyyah tanpa Uluhiyyah. Hal ini berpotensi memudahkan penuduhan terhadap orang yang melakukan tawasul atau meminta barakah melalui shalawat Nabi dan doa orang saleh sebagai tindakan syirik.

Pembagian tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah ini belum pernah dijelaskan oleh para ahli kalam sebelum Ibnu Taimiyah. Selain itu, Nabi Muhammad (SAW) juga tidak membedakan antara kedua aspek tauhid ini ketika menyeru umat manusia; keduanya merupakan kesatuan.

Pada hakikatnya, orang-orang yang melakukan tawasul, berziarah, dan meminta doa dari orang saleh bukanlah meyakini bahwa praktik tersebut memiliki manfaat dan bahaya tersendiri. Mereka meyakini bahwa hanya Allah yang dapat memberikan manfaat maupun bahaya. Justru yang bermasalah adalah orang yang meyakini bahwa orang hidup dapat memberi manfaat sementara orang yang telah wafat tidak bisa memberikan efek apa pun.

Kesimpulannya, menurut ulama Ahlussunnah wal Jama’ah, tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah sebenarnya adalah bagian dari satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Orang yang menyembah Allah tentu meyakini bahwa alam semesta adalah ciptaan-Nya. Sebaliknya, mereka yang meyakini bahwa alam semesta diciptakan dan diatur oleh Allah secara otomatis akan mengikuti apa yang disyariatkan oleh-Nya.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?