Islam sebagai agama yang holistik memberikan panduan etika yang komprehensif untuk seluruh aspek kehidupan, termasuk bagi pejabat publik. Dalam ajaran Islam, pejabat publik diharapkan memegang amanah dan bertanggung jawab dalam mengelola urusan publik dengan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Pejabat publik harus menjaga kehormatan dan integritas diri serta keluarganya, menghindari perilaku yang merusak citra dan martabat jabatannya, serta tidak terlibat dalam praktik-praktik korupsi atau nepotisme yang merugikan masyarakat. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam seharusnya menjadi landasan dalam etika dan moral pejabat publik, karena Al-Qur’an menyediakan berbagai prinsip dan pedoman yang harus diikuti untuk memastikan bahwa tanggung jawab mereka dilaksanakan dengan adil dan bertanggung jawab.
Pertama, keadilan. Al-Qur’an menekankan pentingnya keadilan dalam semua aspek kehidupan, termasuk pemerintahan. Pejabat publik harus memastikan bahwa mereka tidak memihak kepada kelompok atau individu tertentu dan harus memperlakukan semua orang dengan adil. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah [5]: 8:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ٨
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Imam Fakhrudin Ar-Razi dalam kitab Tafsir Mafātihul Ghaib menyatakan bahwa ayat ini menekankan sikap adil kepada siapa pun, termasuk nonmuslim. Allah memerintahkan seluruh makhluk untuk berinteraksi dengan cara yang adil dan tidak zalim.
Kedua, transparansi. Seorang pejabat publik, yang digaji oleh negara dan salah satu sumber pendapatannya berasal dari pajak masyarakat, harus bersikap transparan. Al-Qur’an menekankan pentingnya memberikan informasi yang jelas dan terbuka tentang keputusan dan tindakan mereka agar dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat. Dalam QS. Al-Anfal [8]: 27:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٢٧
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul serta janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”
Ketiga, menjaga amanah. Al-Qur’an menekankan pentingnya menjaga amanah dalam semua aspek kehidupan, termasuk pemerintahan. Pejabat publik harus menjalankan tanggung jawab mereka dengan baik dan tidak menyalahgunakan kekuasaan yang telah dipercayakan kepada mereka. Ini juga tercermin dalam praktik di Indonesia, di mana setiap pejabat publik disumpah di atas kitab suci masing-masing sebelum dilantik.
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا ٥٨
Artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Keempat, menghindari korupsi. Al-Qur’an melarang praktik korupsi dan menekankan pentingnya menjauhi tindakan tersebut. Pejabat publik harus memastikan bahwa mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri, golongan, keluarga, atau kelompok tertentu.
Korupsi juga termasuk gratifikasi atau pemberian hadiah kepada pejabat. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk korupsi karena mengkhianati amanah yang diberikan.
وفي هذا الحديث بيان أن هدايا العمال حرام وغلول لأنه خان في ولايته وأمانته، ولهذا ذكر في الحديث في عقوبته وحمله ما أهدي إليه يوم القيامة كما ذكر مثله في الغال، وقد بين صلى الله عليه وسلم في نفس الحديث السبب في تحريم الهدية عليه وأنها بسبب الولاية بخلاف الهدية لغير العامل فإنها مستحبة
Artinya: “Di dalam hadits ini ada penjelasan bahwa hadiah kepada pegawai (yang sudah ditugaskan) itu haram dan bentuk penipuan. Karena yang menerimanya telah berkhianat atas amanah dan kekuasaannya.”
Kesimpulannya, Islam menegaskan pentingnya etika dalam gaya hidup pejabat publik. Hal ini mencakup menjaga kehormatan diri, mengutamakan kepentingan umum, menghindari korupsi, dan menjadi teladan dalam melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan.