Tunjangan bagi guru sering kali menjadi bahan perdebatan. Guru yang mengharapkan tunjangan dari pengabdian mereka dalam mencerdaskan generasi bangsa kadang dicap sebagai sosok yang tidak ikhlas. Ini mirip dengan anggapan terhadap orang yang berjuang untuk agama demi imbalan, yang juga dianggap tidak tulus dalam perjuangannya.
Apakah benar guru yang berharap tunjangan dari aktivitas mengajarnya berarti mereka tidak ikhlas, dan justru menjual ilmu demi kepentingan duniawi? Masalah amal kebaikan yang bercampur dengan motif duniawi, seperti pamer, riya’, atau bayaran, menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa amal kebaikan yang dicampur dengan motif duniawi tetap dapat mendatangkan pahala di akhirat. Pendapat kedua beranggapan bahwa amal seperti itu justru membawa siksa neraka. Sementara pendapat ketiga menyatakan bahwa amal tersebut tidak mendatangkan pahala maupun siksa.
Pendapat keempat memberikan penjelasan lebih rinci. Jika motivasi utama dari amal kebaikan adalah keikhlasan karena Allah Ta’ala, maka motif-motif duniawi yang muncul setelahnya tidak akan berpengaruh. Dengan kata lain, selama niat utama dari amal tersebut adalah keikhlasan karena Allah, amal itu akan tetap dinilai sebagai amal yang ikhlas dan mendatangkan pahala.
Imam at-Thabari menegaskan hal ini dengan pernyataannya: إذا كان أصل الباعث هو الأول لا يضره ما عرض له بعد ذلك, yang artinya “Jika pemicu utama jihad fi sabilillah adalah yang pertama, yaitu untuk meninggikan dakwah agama Islam, maka motif-motif duniawi yang datang setelahnya tidak berpengaruh.”
Pendapat ini juga sejalan dengan pandangan al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, yang menyatakan bahwa mayoritas ulama sepakat dengan pandangan ini. Hal ini juga didukung oleh sabda Nabi Muhammad (SAW) kepada sahabatnya yang melakukan amal kebaikan dan kemudian membanggakannya. Nabi (SAW) menjelaskan bahwa orang tersebut akan mendapatkan dua pahala: pahala merahasiakan amal kebaikan dan pahala menampakkannya.
Oleh karena itu, bagi seorang guru, yang terpenting adalah menata niat bahwa tujuan utama dari aktivitas mengajarnya adalah lillahi ta’ala. Mengajar untuk mencerdaskan generasi bangsa merupakan pengabdian karena Allah Ta’ala. Adapun gaji, tunjangan, dan bonus-bonus lainnya hanyalah tujuan kedua setelah niat utama tersebut. Wallahu a’lam.