Tetangga adalah bagian penting dari struktur masyarakat setelah keluarga. Kehadiran tetangga melengkapi peran manusia sebagai makhluk sosial. Ada tujuan besar di balik tatanan kehidupan bertetangga yang diciptakan oleh Allah SWT. Malaikat Jibril sering mengingatkan agar kita selalu berbuat baik kepada tetangga, bahkan Nabi Muhammad (SAW) sempat mengira bahwa tetangga juga termasuk dalam ahli waris yang sah. Lalu, bagaimana cara bertetangga yang baik menurut Islam?
Al-Qur’an dengan tegas menyebutkan al-jar (tetangga) dalam Surah an-Nisa’ ayat 36, di mana Allah menekankan kewajiban untuk berlaku baik kepada tetangga. Banyak cara yang diajarkan agama untuk memperlakukan tetangga, namun prinsip utamanya adalah tidak mengganggu kenyamanan mereka. Mengusik kenyamanan berarti merusak tatanan sosial, dan tindakan tersebut adalah bagian dari pengganggu kehidupan yang menjadi musuh besar Al-Qur’an.
Allah SWT berfirman:
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا
Artinya, “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS an-Nisa’: 36)
Imam Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim, seorang mufasir kelahiran Mesir yang wafat pada 197 H, mengutip tafsir Imam Zaid mengenai makna tetangga dalam ayat di atas. Ia menulis:
وقال زيد في قول الله: والجار ذي القربى والجار الجنب، فالجار ذي القربى جارك ذو القرابة، والجار الجنب الذي ليس بينك وبينه قرابة
Artinya, “Imam Zaid berkata, ‘Adapun maksud tetangga dekat adalah tetangga yang juga memiliki tali kekerabatan denganmu, sedangkan tetangga jauh adalah orang yang tidak memiliki tali kekerabatan denganmu, namun bertetangga rumah denganmu.’”
Para ulama umumnya sepakat dengan tafsir ini, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat. Akan tetapi, dua jenis tetangga tersebut memiliki hak dan kewajiban di hadapan kita semua. Tetangga yang memiliki kekerabatan dengan kita memiliki hak dan kewajiban ganda; selain hak dan kewajiban sebagai tetangga juga sebagai kerabat.
Islam menekankan pentingnya membangun hubungan baik dengan seluruh makhluk Tuhan, terutama yang memiliki hak sebagai tetangga. Nabi Muhammad (SAW) berulang kali menerima nasehat tentang perlunya berbuat baik kepada tetangga. Dalam sebuah riwayat, Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad (SAW) bersabda:
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ.
Artinya: “Dari Aisyah ra, dari Nabi saw beliau bersabda, ‘Jibril terus mewasiatkanku perihal tetangga. Hingga aku menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris.’” (HR al-Bukhari).
Ayat Surah an-Nisa’ ayat 36 dan hadist di atas menegaskan bahwa kita harus memperlakukan para tetangga dengan baik, menjamin keamanan mereka, dan memenuhi hak-hak mereka. Kewajiban berlaku baik kepada tetangga berada di urutan ketiga setelah orang tua dan kerabat. Hal ini menunjukkan bahwa urusan ini bukanlah perkara sepele.
Ada dua prinsip fundamental dalam hidup bertetangga:
Pertama, berbagi tidak perlu menunggu banyak. Prinsip bahwa sedekah harus dilakukan ketika kita kaya adalah salah. Berbagi tidak harus menunggu banyak. Harta yang banyak tetapi tidak disedekahkan akan kehilangan keberkahannya jika orang miskin di sekitar kita tidak turut mencicipi. Sebaliknya, harta yang sedikit tetapi dibagikan akan lebih bermakna.
Kedua, tidak mengganggu kenyamanan tetangga. Setiap orang mendambakan kenyamanan di mana pun mereka tinggal. Memberi kenyamanan adalah bagian dari misi besar Islam. Menciptakan kenyamanan dalam hidup bertetangga adalah hak dan kewajiban bersama. Kita berhak untuk hidup nyaman, maka kita juga wajib memberikan kenyamanan kepada tetangga.
Nabi Muhammad (SAW) memberikan amaran keras bagi mereka yang menyakiti tetangganya melalui sabdanya:
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بوَائِقَهُ.
Artinya, “Demi Allah, tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya.” Rasulullah ditanya “Siapa yang tidak sempurna imannya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman atas kejahatannya.” (HR al-Bukhari).
Dengan demikian, hubungan baik dengan tetangga sangat penting dalam Islam. Mari jalin hubungan baik dengan tetangga untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh keberkahan.