Hari raya Idul Fitri merupakan momentum kebahagiaan bagi semua umat Islam. Namun, bagi para sufi, hari raya ini memiliki makna yang lebih dalam dan berbeda. Bagi mereka, Idul Fitri bukan sekadar perayaan yang diwarnai dengan kenikmatan duniawi, melainkan sebagai saat yang mendekatkan diri kepada Allah (SWT) dan sebagai pengalaman spiritual yang penting.
Para sufi memandang hari raya Id sebagai saat-saat di mana mereka merasakan kerendahan dan ketidakberdayaan di hadapan Allah. Sayyid Bakri Al-Makki dalam kitabnya Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya menegaskan bahwa keadaan terjepit atau kefakiran adalah hari raya bagi kalangan murid. Dalam konteks ini, mereka merasa butuh kepada Allah dan merenungkan posisi mereka sebagai hamba yang lemah.
Rasulullah (SAW) mengingatkan bahwa amal yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh kesadaran akan membawa seseorang lebih dekat kepada Allah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah (SAW) mengingatkan bahwa berbagi kebaikan dan menjaga hubungan baik dengan sesama adalah bentuk nyata dari takwa yang harus dijunjung tinggi.
Bagi para sufi, kebahagiaan tidak terletak pada harta benda atau kesenangan jasmani, melainkan pada kedekatan mereka dengan Allah. Mereka menyambut hari raya Id dengan penuh rasa syukur dan kesadaran akan nikmat yang telah diberikan-Nya. Dalam pandangan mereka, setiap amal baik yang dilakukan, meskipun kecil, memiliki nilai yang sangat berarti.
Syekh Ali Baras dalam Syarah Al-Hikam-nya menekankan bahwa kefakiran kepada Allah adalah pengalaman spiritual yang sangat berharga bagi para sufi. Mereka menyambut gembira kondisi tersebut karena hal itu mengingatkan mereka untuk selalu berfokus pada Allah dan menghilangkan kelalaian dari hati.
Hari raya Id bagi para sufi bukanlah tentang makanan lezat, pakaian mewah, atau atribut duniawi lainnya. Sebaliknya, mereka merayakannya dengan kesederhanaan dan penghayatan mendalam terhadap makna kebahagiaan sejati, yang terletak pada hubungan mereka dengan Allah.
Dengan demikian, Idul Fitri bagi para sufi adalah waktu untuk merenung, bersyukur, dan memperdalam ketakwaan kepada Allah, jauh dari kesan duniawi yang sering kali menyertai perayaan tersebut. Wallahu a’lam.