Kata “abdāl” adalah bentuk jamak dari kata “badal” yang berarti pengganti. Dalam Kitab Sirajut Thalibin, Syekh Ihsan Jampes menjelaskan bahwa wali abdal adalah sekelompok wali Allah yang menjadi pemuka agama setelah masa kenabian. Para ulama memiliki pendapat berbeda mengenai jumlah wali abdal ini. Mereka dianggap sebagai paku bumi yang menggantikan kedudukan para nabi setelah masa kenabian berakhir.

Wali abdal memiliki keutamaan yang tidak terletak pada banyaknya shalat, puasa, atau perhiasan, tetapi pada kewara’an yang benar, niat yang tulus, serta kebersihan batin terhadap semua umat Islam. Mereka membimbing umat dengan harapan meraih ridha Allah, bersabar tanpa bersikap kasar, dan rendah hati tanpa merasa terhina.

Rasulullah (SAW) bersabda:
إن بدلاء أمتي لم يدخلوا الجنة بصلاة ولا صيام ولكن دخلوها بسخاء الأنفس، وسلامة الصدور، والنصح للمسلمين
Artinya: “Wali abdal dari umatku tidak masuk surga karena shalat dan puasanya, tetapi mereka masuk surga karena kemurahan hati, kesucian batin, dan nasihat tulus terhadap umat.” (HR Daruqutni dan Ibnu Lal).

Para wali abdal tidak akan melaknat, menyakiti, atau merendahkan orang lain. Mereka adalah pribadi yang paling memahami hakikat, lembut tabiatnya, dan murah hati. Syekh As-Syadzili menjelaskan bahwa siapa saja yang keburukannya berganti menjadi kebaikan adalah salah seorang wali abdal.

Imam Al-Ghazali juga mengisahkan percakapan antara seseorang dengan ulama di zamannya mengenai amalan wali abdal. Dalam percakapan tersebut, seseorang mengaku telah beramal dalam berbagai ibadah, tetapi ulama tersebut menanyakan tentang andilnya dalam amal wali abdal, yang dijelaskan sebagai usaha halal dan menafkahi keluarga.

Prinsip utama dari wali abdal adalah menjaga diri dari larangan agama, baik secara lahir maupun batin. Dengan demikian, mereka menjadi teladan bagi umat dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Semoga kita dapat meneladani akhlak dan amalan para wali abdal dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a’lam.