Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang zuhud yang berkaitan dengan harta duniawi. Banyak orang keliru memahami konsep zuhud, mengira bahwa zuhud identik dengan kondisi kemiskinan dan menjauhi kehidupan duniawi. Pandangan ini, menurut Imam Al-Ghazali, adalah kesalahan yang telah terlanjur populer di masyarakat. Beliau meluruskan pemahaman ini dengan menyatakan, “Ketahuilah, banyak orang mengira, orang yang meninggalkan harta duniawi adalah orang yang zuhud. Padahal tidak mesti demikian. Meninggalkan harta dan berpenampilan ‘buruk’ itu mudah bagi mereka yang berambisi dipuji sebagai seorang zahid.”
Imam Al-Ghazali mengamati bahwa banyak kelompok rahib yang mengonsumsi sedikit makanan dan mendiami tempat tanpa pintu, tetapi mereka berharap mendapatkan perhatian masyarakat sebagai kelompok yang zuhud. Sikap ini tidak mencerminkan zuhud yang sesungguhnya, karena zuhud dari harta duniawi tidak dapat dipisahkan dari ketenaran. Hakikat zuhud adalah kondisi batin yang bebas dari ambisi terhadap harta duniawi. Beliau mencontohkan Imam Malik (RA), seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan, tetapi tetap zuhud karena harta duniawi tidak singgah di dalam hatinya.
Imam Al-Ghazali menyatakan, “Zuhud bukan berarti ketiadaan harta duniawi. Zuhud merupakan kesucian hati dari harta duniawi. Nabi Sulaiman (AS) sendiri, di tengah gemerlap kekuasaannya, tetap tergolong orang yang zuhud.”
Beliau kemudian menjelaskan tiga tanda kezuhudan:
- Tidak Terpengaruh oleh Keberadaan dan Ketiadaan Harta: Tanda pertama adalah tidak berbangga ketika memiliki harta dan tidak bersedih ketika kehilangan harta. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Agar kalian tidak putus asa atas harta yang luput dan tidak berbangga dengan apa yang Allah berikan kepada kalian” (QS Al-Hadid: 23).
- Tidak Terpengaruh oleh Pujian dan Hinaan: Tanda kedua adalah seseorang yang menghina dan memuji tidak berpengaruh baginya. Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa orang yang zuhud tidak akan merasa bahagia mendengar pujian dan tidak kecewa menerima hinaan.
- Senang dengan Allah SWT: Tanda ketiga adalah seseorang merasa senang dengan Allah, yang ditandai dengan kenikmatan dalam ibadah. Dalam hatinya terdapat rasa manisnya taat kepada Allah.
Demikianlah hakikat dan beberapa tanda kezuhudan menurut Imam Al-Ghazali. Wallahu a’lam.