Silaturrahim dalam ajaran syariat Islam merupakan amalan utama yang memiliki peran penting dalam menyambungkan relasi hablum minannas. Keutamaan silaturrahim tidak hanya terletak pada kemampuannya untuk memperpanjang umur dan melapangkan rezeki, tetapi juga dalam memperbaiki hubungan antar manusia yang mungkin telah terputus.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Al-Qur’an: Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” mengungkapkan sabda Nabi Muhammad (SAW): “Bukanlah bersilaturrahim orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang putus” (HR Bukhari). Hadits ini menegaskan bahwa silaturrahim berfungsi untuk menyambung hubungan yang telah terputus. Sebagai manusia, kita tidak terlepas dari dosa dan kesalahan yang dapat menyebabkan hubungan antar sesama terputus. Di sinilah silaturrahim berperan penting untuk memperbaiki dan menyambung kembali hubungan yang telah renggang.
Lebaran, khususnya Idul Fitri, menjadi momen yang tepat untuk melakukan silaturrahim, terutama jika di hari-hari lain kita belum mampu menyambung hubungan yang putus. Energi kembali ke fitrah pada hari raya ini mendorong kita untuk berlomba-lomba mengembalikan diri pada kesucian. Namun, silaturrahim seharusnya tidak terbatas pada momen Idul Fitri saja. Kita tidak seharusnya menunggu berbulan-bulan untuk menyambung hubungan yang telah putus, karena kita tidak tahu batas umur kita. Menyimpan kesalahan dan dosa terhadap orang lain akan merugikan kita jika kita tidak memiliki kesempatan lagi untuk memperbaikinya.
Quraish Shihab juga menjelaskan arti silaturrahim dari sisi bahasa. Silaturrahim adalah kata majemuk yang berasal dari kata “shilat” dan “rahim.” Kata “shilat” berakar dari “washl,” yang berarti menyambung dan menghimpun. Ini menunjukkan bahwa silaturrahim ditujukan untuk hubungan yang putus dan terserak. Sedangkan “rahim” pada mulanya berarti kasih sayang, dan berkembang menjadi peranakan atau kandungan, yang menunjukkan bahwa anak yang dikandung mendapatkan curahan kasih sayang.
Salah satu bukti konkret dari silaturrahim yang berintikan kasih sayang adalah pemberian yang tulus. Oleh karena itu, kata “shilat” juga diartikan sebagai pemberian atau hadiah. Dengan memahami makna silaturrahim, kita diingatkan untuk tidak hanya menjaga hubungan baik dengan sesama, tetapi juga untuk melakukannya dengan penuh kasih sayang dan ketulusan.
Dengan demikian, silaturrahim bukan sekadar membalas kunjungan atau pemberian, tetapi lebih kepada usaha untuk menyambung kembali hubungan yang telah terputus, dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan. Wallahu a’lam.