Sebagian orang, termasuk di kalangan ulama, tidak mempercayai dunia sufisme, keberadaan para wali, Nabi Khidir, dan pembukaan rahasia Allah (SWT). Mereka sering kali berpegang pada ilmu lahiriyah, seperti fiqih, dan menganggap hal-hal tersebut tidak sesuai dengan ukuran-ukuran syariat. Pertentangan antara ulama fiqih/syariat dan para sufi/spiritualis telah berlangsung lama. Ulama fiqih cenderung berpegang pada dalil-dalil lahiriyah, sedangkan para sufi lebih banyak mengandalkan intuisi dan pengalaman spiritual.
Dalam menghadapi pengingkaran ahli fiqih terhadap ilmu dan dunia hakikat, penting bagi kita untuk mengikuti pandangan mereka, meskipun mereka mungkin menanggapi hal-hal di luar bidang pengetahuan mereka. Ini merupakan salah satu adab yang dipegang oleh para sufi terdahulu. Mereka cenderung bersikap harmonis dan membenarkan pandangan ahli syariat yang terbatas.
Abdul Wahhab As-Sya’rani dalam kitab “Tanbihul Mughtarrin” menyatakan bahwa salah satu akhlak orang-orang saleh adalah menyetujui pandangan ahli fiqih yang mengingkari keadaan ahli tarekat atau perintah mereka. Mereka tidak dapat membangun argumentasi kecuali berdasarkan pendapat mereka sendiri, karena ahli fiqih berada dalam domain yang tidak mereka ketahui di luar bidangnya.
Dengan demikian, kita sebaiknya membenarkan pandangan ahli syariat yang mengingkari keberadaan wali, seperti wali quthub, wali abdal, dan Nabi Khidir, dengan catatan bahwa kebenaran tersebut berlaku menurut keyakinan mereka. Misalnya, jika seorang ahli fiqih mengatakan bahwa wali quthub atau wali abdal tidak memiliki hakikat, kita dapat menjawab, “Benar,” namun dengan niat bahwa hal itu benar menurut pandangannya. Begitu pula, jika mereka mengklaim bahwa era para wali telah berakhir, kita bisa mengatakan, “Pak ustadz benar,” yang berarti benar menurut keyakinan mereka.
Dengan sikap harmoni ini, kita tidak menyalahi pandangan ahli syariat, sekaligus tidak mengingkari para wali Allah beserta segala keramat yang mereka miliki. Hal ini mengajarkan kita untuk tetap menghormati perbedaan pandangan dalam Islam, sembari tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariat. Wallahu a’lam.