Kehadiran lisan dalam kehidupan manusia sering dianalogikan seperti pedang yang memiliki dua sisi. Jika digunakan dengan bijak, lisan dapat memberikan manfaat, tetapi jika tidak, ia bisa melukai. Dalam konteks ini, menjaga lisan dan ucapan menjadi sangat penting, terutama dalam ajaran tasawuf. Imam Al-Ghazali menekankan bahwa mayoritas kesalahan manusia terletak pada lisan mereka. Dalam kitab “Ihya Ulumiddin,” beliau menyatakan, “Sesungguhnya mayoritas kesalahan anak Adam berada pada lisannya” (HR Abdurrauf Al-Munawi).
Syekh Uwais al-Arzanjani mendefinisikan kalam atau ucapan sebagai makna yang ada dalam diri pembicara, yang diungkapkan melalui lafaz, tulisan, isyarat, kontrak, atau angka. Dengan kata lain, ucapan tidak hanya terbatas pada perkataan lisan, tetapi juga mencakup segala bentuk komunikasi yang menyampaikan pesan. Ucapan seseorang menjadi indikator dari apa yang ada dalam hatinya. Hati yang baik akan menghasilkan ucapan yang baik, sementara hati yang buruk akan menghasilkan ucapan yang buruk.
Untuk menghindari dampak buruk dari ucapan, terdapat beberapa tips yang dapat diikuti:
- Berbicara untuk Kebaikan atau Mencegah Keburukan: Ucapan harus digunakan untuk tujuan yang positif.
- Mengucapkan Sesuai Situasi dan Kondisi: Penting untuk memperhatikan konteks saat berbicara.
- Berbicara Sesuai Kebutuhan: Hindari berbicara berlebihan.
- Memilih Ucapan yang Pantas: Pastikan apa yang diucapkan sesuai dengan etika dan norma yang berlaku.
Al-Ghazali menggambarkan peran penting lisan dengan mengatakan bahwa lisan adalah nikmat Allah yang agung dan ciptaan-Nya yang unik. Meskipun bentuknya kecil, lisan memiliki pengaruh besar dalam menentukan iman dan kekufuran. Ketaatan dan pelanggaran tidak dapat dibedakan kecuali melalui ucapan lisan.
Oleh karena itu, menjaga lisan dan tulisan harus selalu diperhatikan agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa. Kesadaran akan pentingnya menjaga ucapan dan komunikasi yang baik akan membantu kita menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh kasih sayang. Wallahu a’lam.