- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kebencian dan Hoaks: Tanggapan Ulama dan Pemerintah

Google Search Widget

Maraknya kebencian yang dipicu oleh penyebaran hoaks menjadi perhatian serius bagi para ulama, pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan berbasis agama. Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Nahdlatul Ulama telah melakukan pembahasan mendalam mengenai masalah ini, terutama sejak tahun 2017 ketika ujaran kebencian mulai meningkat.

Kementerian Agama telah mengeluarkan sembilan seruan untuk menangani isu kebencian, yang disampaikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saefudin. Seruan tersebut mencakup panduan bagi penceramah di rumah ibadah dengan tiga poin kunci: penceramah, bahasa penyampaian, dan konten ceramah. Konten ceramah yang harus dihindari meliputi:

  1. Tidak bertentangan dengan konsensus bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, UUD RI 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
  2. Tidak mempertentangkan unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dapat memicu konflik dan merusak keharmonisan sosial.
  3. Tidak mengandung penghinaan atau pelecehan terhadap keyakinan dan praktik ibadah antarumat beragama.
  4. Tidak mengajak jamaah untuk melakukan diskriminasi, intimidasi, anarki, atau destruksi.
  5. Tidak bermuatan politik praktis atau promosi bisnis.

MUI juga mengeluarkan Fatwa Nomor 24 tahun 2017 yang mengatur interaksi melalui media sosial. Dalam fatwa ini, setiap Muslim diminta untuk memperhatikan beberapa hal, antara lain:

  1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
  2. Mempererat persaudaraan, baik dalam konteks keislaman, kebangsaan, maupun kemanusiaan.
  3. Memperkokoh kerukunan antarumat beragama dan dengan pemerintah.

Larangan yang ditetapkan mencakup:

  1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
  2. Melakukan bullying dan ujaran kebencian berdasarkan SARA.
  3. Menyebarkan hoaks atau informasi bohong, meskipun dengan niat baik.
  4. Menyebarkan materi pornografi dan hal-hal terlarang secara syar’i.
  5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai dengan tempat atau waktu.

Fatwa MUI menegaskan bahwa tindakan memproduksi, menyebarkan, atau membuat konten/informasi yang tidak benar adalah haram. Hal ini termasuk penyebaran hoaks, ghibah, fitnah, dan ujaran kebencian yang dapat merugikan individu atau masyarakat. Upaya bersama dari pemerintah dan ulama diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan bebas dari kebencian yang disebabkan oleh hoaks.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?