Dalam proses belajar dan pencarian ilmu, seringkali seseorang mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan. Meskipun telah berusaha memperhatikan penjelasan guru, ada kalanya hanya individu tertentu yang merasakan kesulitan tersebut, sementara rekan-rekannya tidak. Hal ini tentu menimbulkan keresahan bagi yang mengalaminya. Salah satu faktor yang dapat memicu kesulitan ini adalah iktikad atau keyakinan yang lemah dari seorang murid.
Syaikh Syarafuddin Yahya al-Imrithi, dalam kitab Durrâtul Bahiyyah atau Mandhûmah al-‘Imrithi, menjelaskan pentingnya iktikad bagi seorang murid. Ia menyatakan bahwa seseorang akan lebih mudah memahami pelajaran jika memiliki iktikad yang kuat terhadap gurunya. Dalam salah satu bait, Syaikh al-‘Imrithi menegaskan bahwa pemuda diangkat derajatnya sesuai dengan iktikadnya, dan mereka yang tidak memiliki iktikad tidak akan bisa mengambil manfaat dari pelajaran.
Kekuatan iktikad murid terhadap gurunya berpengaruh besar terhadap kemampuannya dalam menyerap materi. Semakin kuat iktikad tersebut, semakin besar potensi murid untuk memahami dan mengambil manfaat dari penjelasan guru. Namun, ini bukan berarti iktikad saja cukup; faktor lain juga penting. Teori ini menekankan bahwa memiliki iktikad baik terhadap guru akan meningkatkan kemampuan murid dalam memahami pelajaran.
Syekh Ibrahim al-Baijuri juga mengamini pandangan ini, menyatakan bahwa iktikad akan memberikan manfaat, bahkan pada yang keras sekalipun. Pernyataan ini menunjukkan bahwa tanpa iktikad, seorang murid akan kesulitan dalam mengambil pelajaran. Dalam konteks hubungan guru-murid, jika murid tidak memiliki iktikad bahwa gurunya adalah sosok yang alim dan mulia, maka ia berpotensi tidak mampu mendapatkan manfaat dari pelajaran yang diajarkan.
Sebuah kalam hikmah yang sering didengar, al-madad ‘alâ qadril masyhad, menunjukkan bahwa pertolongan dari orang mulia tergantung pada cara pandang kita terhadapnya. Dengan demikian, iktikad baik dan prasangka positif terhadap guru sangat penting. Iktikad yang kuat tidak akan muncul tanpa prasangka baik sebelumnya.
Dalam kitab al-Fawâ-id al-Mukhtârah, terdapat kisah tentang sekelompok orang yang berziarah ke kuburan yang mereka yakini sebagai makam orang mulia. Berkat iktikad baik mereka, hajat mereka dikabulkan, meskipun kemudian diketahui bahwa yang berada di kuburan tersebut adalah bangkai keledai. Kisah ini menunjukkan bahwa prasangka dan iktikad baik dapat memberikan manfaat.
Oleh karena itu, penting bagi seorang murid untuk memiliki prasangka dan iktikad baik terhadap gurunya. Hal ini akan mempermudah proses pemahaman pelajaran. Sebaliknya, kurangnya iktikad dan prasangka baik dapat menghalangi seorang murid untuk memperoleh manfaat dari pelajaran yang diajarkan. Wallâhu a’lam.