Masyarakat Indonesia dan dunia telah merayakan dua kali hari raya Idul Fitri dalam suasana pembatasan sosial akibat Covid-19. Situasi ini memaksa perubahan berbagai aktivitas, termasuk dalam bidang pendidikan, dunia kerja, tata cara ibadah, serta tradisi mudik dan halal bihalal yang erat kaitannya dengan silaturahim. Tradisi mudik dan berbagi saat hari raya Idul Fitri merupakan bentuk nyata dari silaturahim yang dilakukan masyarakat Indonesia.
Silaturahim tatap muka yang biasanya dilakukan melalui mudik dapat tetap dilaksanakan meskipun dalam kondisi pencegahan pandemi. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, silaturahim wajib dilakukan dengan kunjungan dan pemberian hadiah kepada kerabat. Jika tidak memungkinkan untuk bersilaturahim dengan harta, maka dapat dilakukan melalui kunjungan, membantu aktivitas kerabat yang membutuhkan, atau berkomunikasi melalui surat. Imam An-Nawawi juga menegaskan bahwa silaturahim meliputi segala bentuk kebaikan kepada kerabat, baik melalui pemberian harta, pemenuhan kebutuhan, khidmah, maupun kunjungan.
Dalam kondisi yang membatasi jarak, seperti pada masa pembatasan sosial, silaturahim tetap diperintahkan meskipun bentuknya berbeda dari silaturahim tatap muka. Pada masa pandemi, silaturahim dapat dilakukan melalui korespondensi, bertukar kabar lewat pesan singkat, kontak langsung via telepon, atau komunikasi melalui aplikasi digital. Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa untuk kerabat yang tidak hadir, silaturahim dapat dilakukan melalui surat, sapaan, dan sejenisnya.
Dengan demikian, meskipun pelarangan mudik dan kerumunan membatasi interaksi fisik, silaturahim jarak jauh tetap dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi. Selain itu, silaturahim dengan harta juga dapat difasilitasi melalui transfer bank atau e-banking. Wallahu a’lam.