Al-hisab, yang secara bahasa berarti perhitungan, memiliki makna penting dalam kehidupan seorang Muslim. Konsep ini mengajak kita untuk melakukan introspeksi dan menghitung amal perbuatan kita. Layaknya seorang pasien yang mendatangi dokter untuk memeriksakan kesehatan, kita pun perlu melakukan muhasabah untuk mengenali kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan. Dengan konsistensi dalam melakukan perhitungan diri, kita dapat semakin menyadari kesalahan dan berupaya untuk tidak mengulanginya di masa depan.
Setiap tindakan, ucapan, dan bahkan pikiran kita akan dihadapkan kembali pada hari perhitungan (yaum al-hisab). Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa setiap anggota tubuh kita akan bersaksi tentang apa yang telah kita lakukan. Ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk melakukan muhasabah secara rutin. Amirul Mukminin Umar Ibn al-Khattab mengingatkan pentingnya menghitung amal diri sebelum dihisab di akhirat. Hal ini dikuatkan oleh Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha Dimyati yang mengutip kitab Ihya Ulumiddin, bahwa barangsiapa yang menghitung amal perbuatannya sebelum dihisab, akan mendapatkan kemudahan pada hari kiamat.
Melalui muhasabah, kita dapat menyadari kesalahan dan berupaya untuk memperbaiki diri. Semakin mendekati akhir hayat, semakin baik kualitas hidup kita seharusnya. Ini mencakup peningkatan keimanan, ketakwaan, dan amal shaleh sebagai persiapan untuk kehidupan setelah mati. Keyakinan akan adanya hari perhitungan amal adalah ciri orang yang bertakwa, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Kewaspadaan akan hal-hal ghaib, seperti surga, neraka, dan perhitungan amal, sangat penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kita sering kali tidak menyadari berapa banyak ucapan dan tindakan yang kita lakukan dalam sehari. Oleh karena itu, menjaga anggota tubuh dari perbuatan yang diharamkan dan berusaha untuk tidak menyakiti sesama adalah langkah-langkah yang harus kita ambil. Melalui muhasabah dan perhitungan diri, kita dapat meraih ketenangan di dunia dan di akhirat.