Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama dan wali Allah yang sangat menekankan pentingnya ilmu, terutama ilmu agama sebagai pedoman dalam menjalankan ajaran agama. Beliau berpendapat bahwa banyak kemaslahatan dapat diperoleh melalui ilmu, sementara beragama atau melakukan aktivitas apapun dalam kebodohan justru dapat menimbulkan lebih banyak mafsadat. Meskipun Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak secara spesifik menyebutkan contoh kerusakan yang ditimbulkan oleh kebodohan dalam beragama, beliau memberikan isyarat bahwa mengurangi kebodohan dapat membantu mengecilkan dampak mafsadat.
Sebagaimana dinyatakan dalam karyanya, “Orang yang menyembah Allah dalam kebodohan lebih sering membawa mafsadat daripada membawa kemaslahatan.” Pernyataan ini menegaskan bahwa kebodohan dalam beragama dapat berakibat fatal, baik bagi individu maupun masyarakat. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengaitkan pandangannya dengan sebuah hadits yang menyatakan bahwa dunia dan segala isinya terlaknat, kecuali zikir, orang alim, dan orang yang belajar. Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dikecam oleh syariat memiliki larangan dan mafsadat.
Orang yang beragama tanpa pengetahuan tidak termasuk dalam pengecualian, karena kebodohan dapat menjerumuskan mereka ke dalam maksiat dan pelanggaran agama tanpa disadari. Dalam konteks ini, seorang yang bodoh akan terjebak dalam pengabaian terhadap perintah Allah dan terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang. Tanpa cahaya ilmu, seseorang tidak akan mampu mengatasi kegelapan kebodohan.
Beragama dengan kebodohan jelas berpotensi mencelakai diri sendiri, masyarakat, dan agama Islam itu sendiri. Dalam konteks sosial dan kenegaraan, tindakan beragama yang didasari kebodohan tidak hanya berisiko melanggar norma agama dan sosial, tetapi juga undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu, penting untuk selalu mengejar ilmu agar dapat beragama dengan benar dan membawa kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang lain. Wallahu a’lam.