Hujan buatan merupakan upaya penyemaian awan yang dilakukan manusia untuk memodifikasi cuaca dengan tujuan tertentu. Ini adalah salah satu bentuk Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang diterapkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC). Baru-baru ini, wilayah DKI Jakarta mengalami hujan deras pada siang hari, yang ternyata merupakan hasil modifikasi cuaca yang dilakukan oleh BNPB, BMKG, dan tim terkait. Hujan buatan ini bertujuan untuk membersihkan langit Jakarta dari polusi.
Proses hujan buatan melibatkan aktivitas presipitasi air menjadi awan, umumnya melalui metode cloud seeding atau penyemaian awan dengan menyebarkan serbuk Agl (perak iodida) di atas awan yang berpotensi hujan, sering kali dengan bantuan drone. Sisi positif dari modifikasi cuaca adalah kemampuan suatu wilayah atau negara untuk mengelola cuaca sesuai kebutuhan. Namun, rekayasa yang berlebihan dapat merusak ekosistem tanah dan air serta berdampak pada iklim.
Dalam perspektif sains, hujan turun melalui tiga proses: evaporasi, kondensasi, dan presipitasi. Proses evaporasi adalah penguapan air dari permukaan bumi, diikuti oleh kondensasi, di mana uap air berubah menjadi kristal es di awan. Terakhir, presipitasi adalah pencairan awan menjadi butiran air. Sebagai umat Muslim, kita meyakini bahwa hujan adalah rahmat dan rezeki dari Allah (SWT). Dalam surat An-Nahl ayat 10, Allah berfirman bahwa Dia menurunkan air dari langit untuk kita.
Lebih lanjut, Allah juga menjelaskan proses turunnya hujan dalam surat An-Nur ayat 43, menggambarkan bagaimana Allah mengarahkan awan, mengumpulkannya, dan menurunkan hujan. Syekh Mushtafa Wahbah al-Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir menjelaskan bahwa hujan terjadi karena kehendak dan kuasa Allah, yang menggerakkan awan dan menyebabkan hujan turun melalui proses yang dapat dipahami manusia.
Meskipun demikian, fenomena modifikasi cuaca mengajak kita untuk merenungkan keyakinan bahwa hujan sejatinya diturunkan oleh Allah. Setiap peristiwa alam, termasuk angin dan hujan, terjadi atas kehendak-Nya. Keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi karena Allah adalah fundamental dalam teologi Islam. Apabila kita menganggap bahwa dampak tertentu terjadi secara alami tanpa campur tangan Allah, maka ini berpotensi menjadi masalah teologis.
Hujan buatan adalah ikhtiar manusia melalui sains untuk memenuhi kebutuhan, seperti mengairi sawah, membersihkan langit, dan irigasi. Manusia diperintahkan untuk berusaha, dengan akal sebagai anugerah untuk mencari solusi. Allah berfirman dalam surah Ar-Ra’d ayat 11 bahwa Dia tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan dalam diri mereka sendiri.
Secara keseluruhan, Allah telah mengatur alam semesta dengan rapi dan sistematis. Manusia juga dituntut untuk merawat alam melalui berbagai upaya, termasuk sains. Setiap usaha untuk memperbaiki bumi dinilai baik dan sejalan dengan perintah Allah, karena merupakan manifestasi dari akal dan usaha manusia di dunia.