- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Independensi dan Kemandirian Allah

Google Search Widget

Ulama tauhid atau teologi Islam merumuskan konsep independensi atau kemandirian Allah melalui sifat qiyamuhu bi nafsihi. Sifat ini menggambarkan bahwa Allah (SWT) kaya, cukup, dan mandiri dari segala ketergantungan. Dalam karya-karya mereka, ulama tauhid mendefinisikan qiyamuhu bi nafsihi sebagai penegasan bahwa Allah tidak memiliki kebutuhan terhadap tempat atau pencipta. Syekh Muhammad (SAW) Al-Hud-Hudi menjelaskan bahwa qiyamuhu bi nafsihi adalah penegasan bahwa Allah tidak memerlukan tempat atau pencipta untuk eksistensinya.

Syekh Nawawi Banten menambahkan bahwa sifat wajib qiyamuhu bi nafsihi menunjukkan kemandirian Allah dari segala sesuatu selain-Nya, di mana segala sesuatu lainnya bergantung kepada-Nya. Ia menjelaskan bahwa makna qiyamullah ta’ala bi nafsihi adalah independensi Allah, yang tidak memerlukan apapun di luar diri-Nya. Dalam Al-Quran, Allah berfirman, “Tunduklah semua muka kepada Zat yang Maha Hidup dan Maha Mengurus,” yang menegaskan bahwa semua makhluk bergantung kepada-Nya.

Sifat qiyamuhu bi nafsihi didasarkan pada dalil naqli dan ‘aqli. Syekh Muhammad bin Yusuf As-Sanusi menyebutkan bahwa qiyamuhu bi nafsihi merupakan ungkapan kekayaan mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah. Ia mengutip ayat yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan Allah, sedangkan Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun. Argumentasi logis mengenai sifat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak memerlukan zat tempat-Nya, karena sifat tidak melekat pada sifat.

Ulama menekankan bahwa Allah tidak boleh dianggap sebagai sifat, karena Dia adalah zat yang memiliki sifat. Dengan demikian, Allah tidak memerlukan pencipta, dan kemandirian-Nya adalah absolut, berbeda dengan kemandirian makhluk yang bersifat terbatas. Kemandirian makhluk mungkin terlihat ada, tetapi tetap membutuhkan sesuatu yang lain.

Syekh Al-Baijuri mengingatkan bahwa sifat Allah berdiri pada zat-Nya, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa sifat-Nya membutuhkan zat-Nya. Penyebutan sifat Allah yang membutuhkan zat-Nya adalah suatu kekurangan yang mustahil bagi Allah. Dengan demikian, kita harus memahami bahwa Allah (SWT) adalah mandiri dan tidak memerlukan apapun, serta tidak akan menitis ke dalam makhluk-Nya. Kemandirian dan kekayaan Allah adalah sifat yang tidak dapat dipisahkan dari Zat-Nya, dan semua makhluk sepenuhnya bergantung kepada-Nya. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?