- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Isra’ Miraj: Pertemuan Agung antara Nabi Muhammad (SAW) dan Allah

Google Search Widget

Peristiwa Isra’ Miraj merupakan momen penting dalam sejarah Islam, di mana Nabi Muhammad (SAW) melakukan perjalanan malam dari Makkah menuju Masjid Al-Aqsa, dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan agung ini, Nabi Muhammad (SAW) menyaksikan berbagai keadaan, termasuk siksaan di neraka dan kenikmatan di surga, serta bertemu dengan para nabi terdahulu. Salah satu hal terpenting dalam Isra’ Miraj adalah ketika Nabi Muhammad (SAW) menerima perintah untuk melaksanakan sholat lima waktu.

Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah Nabi Muhammad (SAW) melihat Allah secara langsung di Sidratul Muntaha. Para sahabat Nabi terbagi dalam dua pendapat mengenai hal ini. Pertama, Sayyidah ‘Aisyah berpendapat bahwa Nabi Muhammad (SAW) tidak melihat Allah, melainkan melihat malaikat Jibril. Pendapat ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang menyebutkan bahwa yang dilihat oleh Nabi Muhammad (SAW) adalah Jibril. Di sisi lain, sahabat Ibnu Abbas berpendapat bahwa Nabi Muhammad (SAW) melihat Allah dengan hatinya, yang juga didukung oleh hadits yang menyatakan bahwa hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa melihat Allah oleh Nabi Muhammad (SAW) tidak sama dengan melihat yang biasa dilakukan manusia. Allah memberikan kemampuan khusus kepada Nabi Muhammad (SAW) untuk melihat-Nya, sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa melihat Allah adalah sesuatu yang mungkin terjadi, meskipun tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa di dunia.

Ketika membahas peristiwa ini, Ahlussunnah wal Jama’ah mencatat beberapa hal penting. Pertama, melihat Allah tidak berarti bahwa Allah membutuhkan Sidratul Muntaha sebagai tempat menetap, karena Allah berdiri sendiri tanpa bergantung pada ciptaan-Nya. Kedua, melihat Allah tidak berarti Allah terbatasi oleh arah atau bentuk, karena Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya. Ketiga, penglihatan Nabi Muhammad (SAW) terhadap Allah adalah dengan cara yang khusus, bukan dengan mata fisik seperti manusia pada umumnya.

Di akhirat, umat Islam yang beriman akan melihat Allah dengan jelas tanpa penghalang, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang menyamakan penglihatan Allah dengan melihat bulan purnama. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan sahabat mengenai apakah Nabi Muhammad (SAW) melihat Allah, perdebatan ini tidak menyebabkan mereka saling mengkafirkan atau menganggap sesat satu sama lain. Ini menunjukkan bahwa masalah ini dapat dipahami secara akal dan tidak menimbulkan perpecahan di antara umat Islam.

Dengan demikian, Isra’ Miraj tidak hanya merupakan perjalanan spiritual yang luar biasa, tetapi juga sebuah momen yang memperkuat keimanan dan pemahaman umat Islam tentang hubungan mereka dengan Allah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?