- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Al-Ghazali dan Hubungan Agama dengan Negara

Google Search Widget

Siapa yang tidak kenal dengan al-Ghazali? Ulama ternama kelahiran Tus, Iran ini dikenal luas atas kapasitas intelektual dan kontribusinya terhadap dunia akademik, terutama dalam bidang Islam. Sebagai sosok multidisipliner, al-Ghazali menguasai berbagai cabang keilmuan seperti fiqih, ushul fiqih, tasawuf, filsafat, dan logika. Berkat jasanya dalam mengharmonisasikan fiqih dan tasawuf, ulama yang lahir pada 19 Desember 1111 ini dijuluki Hujjatul Islam (sang argumentator Islam). Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii, dan ia telah menelurkan sejumlah karya penting di berbagai disiplin ilmu, termasuk Ihya’ ‘Ulumiddin untuk tasawuf, Al-Mushtashfa fil ‘Ilmil Ushul untuk ushul fiqih, Maqashidul Falasifah untuk filsafat, dan Faishalut Tafriqah untuk teologi. Hampir semua kitabnya dikenal luas dan menjadi kajian penting di berbagai institusi, mulai dari pesantren hingga universitas terkemuka di dunia.

Al-Ghazali juga diakui oleh banyak ulama sebagai pemimpin para fuqaha dan pengayom umat. Imam Ibnu Najar menyatakan bahwa al-Ghazali adalah mata air keilmuan yang menguasai berbagai disiplin ilmu, sementara Ibnu Khalikan menegaskan bahwa tidak ada ulama dari kalangan syafi’iyah yang menandingi kapabilitasnya. Pemikir Irak, Ali al-Wardi, menyoroti bahwa al-Ghazali membawa filsafat sebagai argumen logis untuk mengimani Tuhan, yang merupakan pemikiran inovatif pada masanya. Abul Hasan an-Nadawi juga menekankan bahwa al-Ghazali adalah punggawa intelektual Islam yang berhasil menghidupkan ruh agama dan memelopori tradisi intelektual.

Salah satu kontribusi penting al-Ghazali adalah pandangannya mengenai politik. Meskipun dikenal sebagai sufi besar, ia tidak mengabaikan peran politik dan keberadaan negara dalam agama. Dalam karyanya, al-Ghazali menyatakan bahwa agama dan negara tidak dapat dipisahkan, bahkan keduanya diibaratkan sebagai dua saudara kembar yang lahir dari rahim yang sama. Ia mendefinisikan politik sebagai sistem untuk menyejahterakan umat dan menuntun mereka kepada jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat.

Lebih lanjut, al-Ghazali menekankan bahwa urusan dunia dan keamanan jiwa serta harta benda tidak dapat terjamin tanpa kehadiran seorang pemimpin yang ditaati rakyatnya. Ia mengibaratkan agama sebagai fondasi dan pemerintah sebagai penjaganya. Menurut al-Ghazali, mengangkat pemimpin negara adalah wajib, dan pemimpin tersebut wajib ditaati oleh rakyat. Ia merujuk pada ayat Al-Qur’an yang menegaskan pentingnya ketaatan kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan).

Bagi al-Ghazali, jabatan kepemimpinan merupakan anugerah dari Allah SWT. Sebagai Muslim yang taat, penting untuk mematuhi pemerintah yang sah. Dalam pandangannya, manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, namun sebagai makhluk sosial, mereka juga harus berinteraksi dalam masyarakat dan negara. Stabilitas negara sangat penting agar ibadah dapat dilaksanakan dengan baik, karena sulit untuk beribadah dengan tenang dalam keadaan konflik.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?