Dalam pemikiran kita yang terbatas, sering kali kita terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dipikirkan secara mendalam, terutama mengenai akidah. Diskusi yang terlalu dalam tentang akidah bisa membingungkan bagi orang awam jika tidak didampingi oleh ahli. Salah satu topik yang sering diperdebatkan adalah kekekalan surga dan neraka, yang sering kali dibandingkan dengan sifat kekal (baqa’) Allah (SWT).
Pembahasan ini dapat menimbulkan keraguan tentang sifat-sifat Allah (SWT). Sifat baqa’ adalah salah satu sifat wajib bagi Allah (SWT), yang berarti tidak ada akhir bagi wujud-Nya. Jika Allah (SWT) tidak bersifat baqa’, maka Allah (SWT) akan dianggap baru, sama seperti makhluk, yang jelas mustahil. Dalam Al-Qur’an, surat Al-Qashash ayat 88 menyatakan, “Bahwa semua selain Allah akan hancur….” Ayat ini menegaskan bahwa seluruh alam semesta akan mengalami kehancuran, kecuali Allah (SWT).
Syekh Ahmad Ash-Shawi Al-Maliki dalam kitab Hasyiyatul-‘Alamah Ash-Shawi ‘Ala Tafsiril-Jalalain menyebutkan pendapat Imam Jalaluddin As-Suyuthi, yang menyatakan bahwa ada beberapa makhluk yang dikehendaki Allah (SWT) untuk kekal, seperti Arasy, Kursi, Neraka, Surga, Ajbudz Dzanab, Roh, Lauh Mahfudz, dan Qalam. Imam Jalaluddin As-Suyuthi juga menjelaskan bahwa kenikmatan surga dan siksa neraka memiliki permulaan, tetapi tidak ada akhirnya, berbeda dengan Allah (SWT) yang tidak memiliki permulaan.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kekekalan surga dan neraka. Dalam surat Hud ayat 106-108, Allah (SWT) berfirman mengenai orang-orang yang celaka dan berbahagia, di mana mereka akan kekal di dalam neraka atau surga selama langit dan bumi ada, kecuali jika Allah (SWT) menghendaki sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa kekekalan surga dan neraka adalah kehendak Allah (SWT), sedangkan kekekalan Allah (SWT) adalah sifat yang melekat pada Dzat-Nya.
Dengan demikian, terdapat perbedaan yang jelas antara kekekalan Allah (SWT) dan kekekalan surga serta neraka. Wallâhu a’lam.