- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Metode Debat dalam Mazhab Asy’ariyah

Google Search Widget

Diskusi dengan metode debat yang baik dan benar merupakan jalur dakwah yang dibenarkan oleh agama Islam. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik…” (QS An-Nahl: 125). Dalam praktiknya, menurut Imam Haramain al-Juwaini, debat adalah keadaan di mana kedua pihak saling menunjukkan pemikiran mereka yang berseberangan serta berusaha untuk mematahkan argumentasi satu sama lain.

Grand Syekh al-Azhar Dr. Ahmad Thayyib dalam Nadharat fi Fikr al-Imam al-Asy’ari menjelaskan bahwa metode debat yang diajarkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, pendiri mazhab Asy’ariyah, memiliki tiga keunggulan dibandingkan metode debat yang diajarkan oleh Aristoteles. Pertama, debat Asy’ariyah memiliki bentuk yang sesuai dengan ciri khas Islam, di mana tujuannya adalah untuk menemukan dan menunjukkan kebenaran yang diyakini oleh kedua belah pihak. Niat awal dari perdebatan bukanlah untuk mencari kemasyhuran atau menjatuhkan lawan politik, melainkan untuk mencapai kesepakatan tentang kebenaran.

Kedua, Al-Qur’an dan hadits dijadikan sebagai pedoman dan sumber argumentasi. Dalam banyak bentuk perdebatan yang dicontohkan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari, Al-Qur’an dan hadits selalu menjadi sumber utama. Para pembesar mazhab Asy’ariyah berupaya mengoreksi pemikiran yang menyimpang dari pemahaman yang benar mengenai Al-Qur’an dan hadits dengan tetap menjaga etika dan akhlak dalam berdebat.

Ketiga, fokus debat adalah pada ilmu tauhid. Dalam kitab Adab al-Jadal, Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari menekankan bahwa debat harus menunjukkan jalan menuju aqidah yang benar dengan fondasi pemikiran yang tepat. Argumentasi akal sangat penting dalam meyakinkan lawan debat, terutama ketika berhadapan dengan mereka yang hanya menerima argumentasi akal seperti kaum Mu’tazilah dan ateis.

Rangkaian debat menurut Abu al-Hasan al-Asy’ari terdiri dari beberapa fase. Pertama, pertanyaan mengenai pendapat lawan debat. Sang penanya (sail) harus menanyakan pendapat lawan (mujib) untuk memperjelas argumen yang akan dibahas. Kedua, meminta argumentasi mengenai pendapat lawan debat. Sail harus mendengarkan dengan seksama argumentasi mujib tanpa memotongnya.

Ketiga, meminta alasan legitimasi pendapat yang dipilih oleh lawan debat. Sail harus meminta mujib untuk menjelaskan dasar-dasar dalil yang diterima oleh ulama, seperti Al-Qur’an, hadits shahih, dan pendapat para sahabat. Keempat, mematahkan argumentasi lawan debat. Dalam fase ini, sail berusaha untuk mematahkan seluruh argumentasi mujib dengan tetap menjaga akhlak dan adab.

Ada beberapa model dalam mematahkan argumentasi, seperti memberikan keraguan kepada lawan debat dan menyanggah landasan argumentasi. Teknik ini bertujuan untuk membuat mujib merasa ragu dengan argumennya sendiri atau menunjukkan bahwa argumennya tidak dapat dipakai dalam konteks lain.

Dengan metode debat yang terstruktur dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam, diharapkan dapat tercipta dialog yang konstruktif dan membawa kepada pemahaman yang lebih baik tentang kebenaran.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?