- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Aqidah Sifat Allah dalam Ahlussunnah wal Jama’ah

Google Search Widget

Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) memberikan perhatian yang mendalam terhadap pembahasan sifat Allah. Setiap istilah diperinci sesuai dengan maknanya. Ketika suatu kata, baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits, atau kata baru yang muncul, akan disematkan kepada Allah, makna dari kata tersebut harus diperjelas terlebih dahulu, apakah mengandung makna fisik atau non-fisik.

  1. Kata yang bermakna non-fisik. Kata-kata dengan makna non-fisik dapat disematkan kepada Allah selama maknanya positif dan menunjukkan kesempurnaan. Namun, ada perbedaan kualitas kesempurnaan antara Allah dan makhluk. Misalnya, sifat berilmu, berkuasa, dan berkehendak bebas. Kekuasaan dan ilmu Allah bersifat tak terbatas, sedangkan manusia memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, pernyataan bahwa “Allah punya kekuasaan dan ilmu, tetapi berbeda dengan manusia” menunjukkan perbedaan dalam kesempurnaan. Kata-kata yang menunjukkan makna kekurangan seperti lupa, sakit, dan lelah, dilarang untuk disematkan pada Allah, karena Ahlussunnah wal Jama’ah menegaskan bahwa Allah suci dari segala kekurangan.
  2. Kata yang bermakna fisik. Kata-kata yang memiliki makna fisik tidak dapat disematkan kepada Allah dan harus dimustahilkan, karena makna fisik termasuk dalam kategori kekurangan. Misalnya, tidak dapat dikatakan “Allah memiliki bentuk fisik, tetapi berbeda dengan manusia.” Jika suatu kata dengan nuansa makna fisik terdapat dalam Al-Qur’an atau hadits yang sahih, maka kata tersebut harus diimani, tetapi makna fisiknya harus dibuang. Ahlussunnah wal Jama’ah menyatakan bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Berkalam tanpa alat fisik seperti mata, telinga, atau pita suara.

Kata-kata yang secara literal bermakna fisik, seperti yad (tangan), wajh (wajah), dan ‘ain (mata), hanya dapat diterima jika terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits yang sahih. Namun, makna literalnya tidak boleh dipahami sebagai organ fisik. Misalnya, yad bukanlah organ tangan, wajh bukanlah organ wajah, dan ‘ain bukanlah organ mata. Jika kata tersebut tidak terdapat dalam nash yang sahih, maka harus ditolak dan tidak boleh disematkan kepada Allah.

Akhirnya, Ahlussunnah wal Jama’ah menegaskan bahwa tidak ada satu pun sifat fisik yang dapat disematkan kepada Allah, karena semua makna fisik berarti kekurangan. Ungkapan seperti “Tuhan punya yad tetapi berbeda dengan makhluk” tidak tepat jika diartikan bahwa Tuhan memiliki organ tangan. Perbedaan yang ada hanyalah dalam hal ukuran dan kekuatan, sedangkan yad Allah tidak dapat dibayangkan karena perbedaannya bersifat mutlak.

Mujassimah sering kali memfitnah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan menyatakan bahwa mereka menolak sifat-sifat yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits. Padahal, yang ditolak hanyalah makna fisik, sementara Ahlussunnah wal Jama’ah dengan tegas menetapkan dan mengimani seluruh sifat yang warid serta menafikan segala kekurangan dan khayalan tentang Allah. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 25

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?