Membahas aspek ketuhanan adalah hal yang baik, karena dapat mengingatkan kita pada Allah. Namun, kita perlu berhati-hati agar tidak berlebihan dalam menyampaikan hal ini, karena bisa berujung pada komentar yang tidak tepat atau bahkan menuduh orang lain sesat. Pemikiran yang berlebihan dapat membuat ungkapan sehari-hari antara manusia dianggap sebagai pernyataan aqidah yang bermasalah. Dalam interaksi sehari-hari, seringkali kita tidak menyertakan aspek ketuhanan dalam pembicaraan agar tidak terkesan rumit. Ini bukan berarti kita melupakan peran Allah.
Sebagai contoh, ungkapan seperti, “Terima kasih, Dok. Berkat bantuan Dokter, saya jadi sembuh,” atau “Kalau bukan karena ayah, tentu aku tak bisa jadi seperti ini,” adalah hal yang wajar. Semua ungkapan tersebut menunjukkan pentingnya peran seseorang dalam kehidupan orang lain. Namun, jika kita menganggap dialog ini sebagai penegasan aqidah yang mengabaikan peran Allah, maka akan menjadi masalah.
Dalam konteks aqidah, semua ulama sepakat bahwa kesembuhan, kesuksesan, keselamatan, dan rezeki adalah hak prerogatif Allah semata. Makhluk tidak memiliki peran dalam hal ini, melainkan hanya sebagai perantara. Oleh karena itu, tidak perlu menyebutkan peran Allah secara terus-menerus, karena hal ini telah dipahami oleh semua orang. Mengharapkan seseorang untuk mengucapkan, “Terima kasih dokter, jika bukan karena kehendak Allah yang telah tertulis di lauh mahfudz,” akan membuat komunikasi menjadi berbelit-belit.
Penting untuk memahami bahwa ungkapan singkat yang hanya menyebutkan peran manusia tidak berarti menafikan peran Allah. Dalam syair Imam Bushiri yang terkenal, terdapat ungkapan yang menunjukkan peran Nabi Muhammad (SAW) sebagai tempat bersandar saat menghadapi kesulitan. Shalawat kepada Nabi juga merupakan cara umat Islam untuk bersandar pada beliau dalam menghadapi kesusahan, tanpa melupakan peran Allah yang mutlak.
Namun, jika kita terlalu berlebihan dalam membahas aspek ketuhanan, pernyataan sehari-hari yang biasa dapat dianggap sebagai sesat atau syirik. Misalnya, menyatakan bahwa seseorang mati dibunuh orang lain dapat dianggap syirik karena hanya Allah yang memiliki kuasa untuk mematikan. Tuduhan semacam ini menunjukkan sikap ekstrem dan buruk sangka terhadap sesama Muslim. Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan dalam membahas aspek ketuhanan dalam interaksi sehari-hari.