Jin merupakan makhluk yang secara harfiah berarti sesuatu yang tersembunyi. Dalam konteks ini, jin dianggap sebagai makhluk halus yang tidak dapat dilihat oleh manusia, kecuali oleh mereka yang memiliki karomah atau kemuliaan tertentu. Keberadaan jin merupakan salah satu aspek penting dalam keimanan seorang Muslim, yang mencakup kepercayaan pada hal-hal ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera. Hal ghaib ini dibedakan menjadi dua kategori: ghaib mutlak, yang hanya diketahui oleh Allah, seperti kematian, dan ghaib relatif, yang mungkin tidak diketahui seseorang tetapi bisa diketahui oleh orang lain, termasuk makhluk halus.
Dalam Al-Qur’an, istilah jin merujuk pada sesuatu yang tertutup. Beberapa akar kata yang terkait dengan jin, seperti majnun (manusia yang akalnya tertutup), janin (bayi dalam kandungan), dan al-junnah (perisai), menunjukkan bahwa jin adalah makhluk yang tersembunyi. Meskipun demikian, tidak semua orang tidak dapat melihat jin; mereka yang dekat dengan Allah, melalui akhlak dan ilmu, mungkin dapat melihatnya.
Terkait dengan keberadaan jin, terdapat perdebatan di kalangan para filsuf dan ilmuwan. Ibnu Sina, misalnya, menggambarkan jin sebagai makhluk yang bersifat hawa dan dapat muncul dalam berbagai bentuk. Namun, beberapa filsuf berpendapat bahwa jika jin ada, ia akan memiliki wujud yang dapat teramati. Quraish Shihab mencatat bahwa kehalusan jin tidak harus dipahami secara hakiki, melainkan dari sudut pandang keterbatasan manusia dalam melihatnya, sehingga bisa jadi jin adalah makhluk kasar yang tidak terlihat oleh mata manusia.
Ada tiga pandangan utama mengenai hakikat jin. Pertama, jin dipahami sebagai potensi negatif dalam diri manusia, di mana malaikat membawa pengaruh positif. Kedua, jin dianggap sebagai virus atau kuman penyakit, meskipun pandangan ini mengakui eksistensi jin. Ketiga, jin dipahami sebagai manusia liar yang belum berperadaban. Meskipun terdapat perbedaan pandangan, Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya (QS. Adz Dzariyat [51]: 56). Jin diciptakan dari api, sedangkan manusia dari tanah, dan meskipun iblis berasal dari jenis jin, tidak semua jin adalah iblis atau setan.