Dalam diskusi mengenai sifat Allah, terdapat kesepakatan di antara para ulama dari berbagai golongan bahwa Allah (SWT) bersifat mutakallim, yaitu Maha-Berfirman. Secara rasional, tidak mungkin Tuhan bersifat bisu. Dalil naqli, seperti ayat dan hadits, menunjukkan bahwa Allah berkalam dan umat Islam meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kalâmullah, firman Allah. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah Allah bisa diam dan tidak berfirman sesekali.
Jawaban yang sering diberikan oleh orang awam adalah bahwa Allah bisa berkalam dan juga bisa diam jika Dia menghendaki. Namun, menurut para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah, jawaban ini tidak tepat. Kalam adalah sifat Dzat Allah yang selalu ada dan tidak pernah tiada. Imam Ibnu Jarir at-Thabari menjelaskan bahwa Allah adalah Maha-Mengetahui, Maha-Berkuasa, dan Maha-Berfirman yang tidak boleh diam.
Alasan mengapa Allah tidak boleh diam adalah karena sifat berfirman-Nya selalu ada bersama Dzat-Nya. Imam al-Qasthalani menegaskan bahwa kalâmullah bukanlah jenis suara atau huruf, tetapi merupakan sifat yang azali yang tidak mungkin mengalami diam. Jika Allah dianggap mengalami perubahan kondisi, maka ini berarti Allah memiliki awal mula, yang merupakan hal mustahil.
Imam at-Thabari juga menegaskan bahwa siapa pun yang menganggap Allah memiliki awal mula atau bahwa firman-Nya adalah makhluk, maka orang tersebut lebih pantas disebut kafir. Sifat-sifat Allah sudah ada sejak azali dan tidak ada yang baru dalam kalâmullah. Imam Ibnu Furak menegaskan bahwa Allah selalu berfirman dan tidak pernah berhenti berfirman, mencakup semua makna perintah, larangan, berita, dan pertanyaan.
Perbedaan pendapat mengenai kalâmullah hanya terletak pada makna dan kebaruannya, tetapi bukan pada keberadaannya. Sifat kalâmullah yang azali tidak sama dengan proses makhluk berbicara secara berurutan. Kalâmullah adalah sifat Dzat yang tidak bergantung pada suara atau huruf, dan keberadaannya selalu ada tanpa tergantung pada kehendak Allah.
Sebagaimana Allah selalu Maha-Hidup, Maha-Mengetahui, Maha-Mendengar, dan Maha-Melihat, maka Allah juga Maha-Berfirman dan tidak bisa diam. Ketidakbisaan dalam konteks ini bukanlah tanda kelemahan, melainkan menunjukkan kemampuan yang absolut. Wallahu a’lam.