Indonesian
 - 
id

Takwil dan Tafwîdl: Memahami Sifat Allah Tanpa Menyerupakan

Google Search Widget

Salah satu argumen yang sering digunakan untuk menolak takwil atau tafwîdl, yang merupakan pilihan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), adalah bahwa pelaku takwil dan tafwîdl dianggap sebagai musyabbih, yaitu orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk. Takwil, dalam hal ini, adalah cara untuk memaknai kata dengan makna yang berbeda dari bunyi tersuratnya, sedangkan tafwîdl adalah cara memaknai kata dengan menyerahkan makna hakikatnya kepada Allah.

Argumen ini berangkat dari anggapan bahwa jika seseorang membayangkan sifat Allah sama dengan manusia, maka ia akan menolak bayangan tersebut melalui takwil atau tafwîdl. Jika sejak awal tidak ada kesamaan yang dibayangkan antara keduanya, maka tidak ada kebutuhan untuk melakukan takwil atau tafwîdl. Dari sini, disimpulkan bahwa Asy’ariyah adalah musyabbih karena memilih jalan tafwîdl atau takwil.

Banyak tokoh pemikir yang berpendapat demikian dan menciptakan kaidah: كل مشبه معطل، وكل معطل مشبه, yang berarti “Setiap musyabbih adalah mu’atthil (orang yang menolak keberadaan sifat) dan setiap mu’atthil adalah musyabbih”. Salah satu pendaku Salafi menyatakan bahwa orang yang menolak sifat Allah melakukannya karena lari dari tasybih yang ada dalam dirinya.

Meskipun penalaran ini tampak benar, sebenarnya ia jauh dari kebenaran karena tidak sesuai dengan proses penalaran yang tepat. Kesalahan dalam pernyataan tersebut dapat diidentifikasi apabila proses penalaran diuraikan secara mendetail. Pembahasan ini merupakan hal dasar dalam ilmu manthiq.

Setiap orang yang berakal, ketika mendengar suatu kata, akan terbayang di benaknya arti kata tersebut. Misalnya, mendengar kata “kursi” akan membangkitkan bayangan tentang benda yang digunakan untuk duduk. Proses ini disebut tashawwur dan merupakan proses otomatis yang pasti terjadi pada setiap orang berakal. Jika tidak muncul tashawwur ketika mendengar kata yang dikenal, maka itu menandakan akal seseorang bermasalah.

Karena tashawwur adalah proses otomatis, maka ia tidak dapat dihindari dan bukan merupakan tindakan yang disengaja. Tindakan selanjutnya, yaitu membayangkan bentuk, cara, dan sifat-sifat objek yang didengar, adalah kegiatan yang disengaja. Misalnya, setelah mendengar kata “kursi”, seseorang mungkin membayangkan bentuk dan warna kursi tersebut.

Ketika ada dua kata yang dikenal, tetapi tidak dapat dipahami saat digabungkan, maka tashawwur makna yang asal menjadi hilang. Misalnya, mendengar “leher bola” tidak dapat dipahami karena bola tidak memiliki leher. Dalam konteks sifat khabariyah Allah yang tergolong mutasyabihat, hal yang sama juga terjadi. Ketika mendengar kata “tangan”, orang dapat memahami sebagai organ tubuh, tetapi ketika digabung dengan “Allah”, muncul perbedaan pandangan.

Sebagian orang masih bisa membayangkan “tangan Allah” sebagai organ tubuh, yang menjadikan mereka disebut mujassimah dan musyabbihah. Mereka menganggap Allah sebagai jism (sosok yang bervolume) meskipun mereka sepakat bahwa jism Allah tidak sama dengan jism makhluk. Di sisi lain, ada yang tidak dapat membayangkan “tangan Allah” sama sekali, karena tidak masuk akal jika kata “tangan” disandingkan dengan kata Allah yang mustahil berupa jism.

Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) berada pada posisi yang mengakui ketidaktahuan tentang Dzat Allah, yang berarti mereka tidak memiliki tashawwur sama sekali mengenai-Nya. Dalam menghadapi ketiadaan tashawwur ini, Ahlussunnah wal Jama’ah terbagi menjadi dua; sebagian memilih tafwîdl dengan membiarkan pengetahuan tentang sifat Allah diketahui hanya oleh Allah, sementara sebagian lainnya mencari makna yang lebih sesuai melalui takwil.

Baik tafwîdl maupun takwil tidak muncul dari proses membayangkan atau menyerupakan, melainkan dari ketidakpahaman murni tentang Dzat Allah. Tuduhan bahwa pelaku takwil dan tafwîdl adalah musyabbih tidak memiliki dasar yang kuat, karena tidak mungkin menyerupakan sesuatu jika tidak ada pemahaman atau bayangan sama sekali. Tuduhan ini hanyalah sebuah kesalahan logika yang serius.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.