- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Konsensus Ulama Tentang Keberadaan Allah

Google Search Widget

Sebagian kelompok mengklaim bahwa para ulama telah mencapai konsensus (ijmak) bahwa Allah berada di langit dalam arti fisik. Pernyataan ini ada yang disampaikan secara jelas dan ada pula yang disampaikan dengan samar, tetapi tujuannya tetap mengarah pada pemahaman tersebut. Klaim ini biasanya disertai dengan kutipan ayat-ayat atau hadits yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah berada di langit. Namun, keyakinan ini tidak benar dan bahkan menyesatkan, karena menyatakan bahwa Allah bertempat secara fisik sama dengan menyatakan bahwa Dzat Allah adalah jism (materi) yang menempati ruang tertentu. Ini adalah suatu kemustahilan, sebab tidak ada jism yang layak disembah, karena seluruh jism pasti diciptakan oleh pihak lain.

Pembahasan ini telah dibahas berulang kali dalam kolom Ilmu Tauhid. Kali ini, akan dikemukakan konsensus para ulama dari berbagai kalangan yang sepakat bahwa dalil-dalil yang tampak menunjukkan Allah berada di langit seharusnya tidak dimaknai secara literal, melainkan wajib ditakwil. Imam Nawawi mengutip pernyataan Qadli Iyadl (544 H), seorang ulama ternama yang menjadi rujukan umat Islam, yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan di antara kaum muslimin, baik ahli fikih, hadits, kalam, pemikir, maupun pentaqlid, bahwa makna literal dari ayat dan hadits yang menyebutkan Allah di langit tidaklah dimaknai secara harfiah, tetapi harus ditakwil.

Takwil dalam konteks ini mencakup dua macam sikap. Pertama, takwil ijmali (takwil secara global) yang menetapkan redaksi ayat dan hadits tanpa memberikan arti yang mengarah pada pengertian Allah sebagai jism. Dalam hal ini, meskipun dikatakan Allah di langit, itu tidak berarti bertempat secara fisik dalam ruang tertentu. Makna sesungguhnya hanya diketahui oleh Allah. Ini adalah sikap mayoritas ulama salaf yang memilih untuk diam dan tidak berkomentar tentang ayat atau hadits yang membahas hal ini, tetapi meyakini bahwa Allah bukanlah jism.

Kedua, takwil tafshili (takwil secara terperinci) yang menetapkan makna yang sesuai dengan kesucian Allah sesuai konteks ayat dan hadits. Misalnya, ketika ada ayat yang menyatakan Allah di langit, maksudnya adalah kekuasaan Allah, kerajaan Allah, atau bahwa Allah Maha Tinggi. Semua bentuk takwil ini menolak pengertian bahwa Allah memiliki tempat secara fisik, baik di langit maupun di bumi.

Bahkan, Syekh Ibnu Taymiyah, yang seringkali menyatakan bahwa Allah di langit, secara jelas menolak pengertian “di langit” dalam arti bertempat secara fisik. Ia menyatakan bahwa para Salaf, Imam, dan seluruh ulama sunnah ketika berkata “Sesungguhnya Allah di atas langit” tidak bermaksud bahwa ada sesuatu yang meliputi-Nya atau menjadi tempat bagi-Nya. Ini adalah akidah Ahlussunnah wal Jamaah yang telah disepakati oleh seluruh ulama dari berbagai kalangan. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?