- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Ilmu Tauhid dan Inkonsistensi Pemahaman Sifat Ketinggian Allah

Google Search Widget

Dalam sejarah pemikiran Islam, terutama pada masa salaf (tiga abad pertama), terdapat dua kelompok yang memiliki pandangan berbeda mengenai sifat ketinggian Allah. Kelompok Jahmiyah-Muktazilah berpendapat bahwa Allah ada di mana-mana, dan mereka menakwil semua ayat atau hadits yang menyatakan bahwa Allah berada di atas langit atau Arasy. Sebaliknya, kelompok yang menolak pandangan ini berpegang pada pemahaman bahwa Allah ada di atas langit dan mewajibkan takwil untuk ayat yang menyatakan bahwa Allah bersama manusia.

Perdebatan antara kedua kelompok ini sangat sengit, karena masing-masing memiliki dalil yang kuat dari Al-Qur’an dan hadits. Namun, jika dilihat secara objektif, kedua belah pihak tampak tidak konsisten dalam mengikuti dalil Al-Qur’an dan Hadits. Mereka cenderung mengikuti tafsiran pribadi yang mengharuskan takwil pada satu jenis dalil dan pemahaman harfiah pada jenis dalil lainnya, yang jelas tidak berdasar secara ilmiah.

Syekh Ibnu Abdil Barr, seorang ulama yang objektif, memberikan pandangannya mengenai fenomena ini. Dalam komentarnya terhadap sebuah hadits sahih yang menyatakan bahwa Allah ada di depan orang yang shalat, beliau menunjukkan bahwa penolakan dari sebagian Muktazilah terhadap hadits ini adalah sebuah kebodohan. Hal ini disebabkan karena dalam hadits tersebut, terdapat instruksi untuk meludah ke bawah kaki, yang menunjukkan bahwa Allah tidak berada di mana-mana secara fisik.

Lebih lanjut, Syekh Ahmad al-Ghummari, seorang pakar hadits kontemporer, juga menunjukkan inkonsistensi dalam argumen para pendaku Salafi. Dalam dialognya dengan mereka, beliau mempertanyakan mengapa mereka menganggap salah satu ayat Al-Qur’an lebih utama daripada yang lain, padahal semuanya berasal dari Allah. Ketika ditanya apakah mereka mengikuti dalil atau perkataan Imam Ahmad, mereka tidak dapat memberikan jawaban.

Sebenarnya, Imam Ahmad dan banyak imam lainnya tidak bermaksud menyatakan bahwa Allah bertempat secara fisik di atas langit. Mereka hanya ingin menegaskan sifat ‘uluw atau ketinggian Allah, yang tidak harus dipahami dalam konteks ketinggian fisik. Pendapat mayoritas ulama salaf yang muktabar adalah bahwa seluruh ayat dan hadits tentang sifat Allah sebaiknya dibaca ulang sesuai redaksi aslinya tanpa membahas makna spesifik. Metode ini dianggap paling aman dan hati-hati dalam memahami sifat-sifat Allah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?