- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Ilmu Tauhid dan Kewajiban Belajar Argumentasi Ilmu Aqidah bagi Orang Awam

Google Search Widget

Argumentasi kalâmiyah atau teologis dalam ilmu kalam sering kali dianggap rumit oleh banyak orang awam. Tidak semua individu mampu memahami konsep Tuhan melalui pendekatan dialektis, seperti menyusun argumen yang menyatakan bahwa “alam ini berubah, setiap yang berubah pastilah baru, dan setiap yang baru pasti ada perancangnya, yaitu Tuhan.” Argumentasi semacam ini telah banyak dibahas dalam kitab-kitab tauhid sejak zaman klasik hingga kontemporer, di mana para ulama menulis untuk membuktikan kebenaran teks Al-Qur’an dan hadits, baik kepada para pengingkar dari kalangan non-Muslim maupun kepada mereka yang salah paham di kalangan internal umat Islam.

Jika orang-orang terdidik dapat memahami argumentasi yang kompleks ini sehingga keimanan mereka tetap kokoh, bagaimana dengan umat Muslim awam yang mungkin tidak memikirkan hal-hal tersebut? Apakah keimanan mereka bermasalah? Imam as-Sanusi, seorang pakar akidah Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah), menjelaskan bahwa tidak ada pertentangan di antara para ahli kalam mengenai tidak wajibnya mengetahui dalil mendetail bagi setiap individu. Pengetahuan mendetail tersebut merupakan fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang cukup dilakukan oleh sebagian orang dalam kelompok.

Senada dengan pendapat Imam as-Sanusi, Imam ar-Ramli juga menyatakan bahwa selain pengetahuan hukum Allah yang fardlu ‘ain, mendalami ilmu kalam untuk mampu menegakkan dalil dan menghilangkan kerancuan adalah fardhu kifayah bagi setiap Muslim yang sudah dewasa dan berakal. Namun, tidak ada dosa bagi mereka yang tidak mampu melakukannya karena mereka tidak terkena kewajiban tersebut.

Dengan demikian, orang awam tidak diwajibkan untuk memahami argumentasi kalâmiyah yang mendetail. Mereka hanya perlu meyakini dengan teguh bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah, bahwa Allah senantiasa mengurus seluruh alam ini, bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah, serta bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Keyakinan ini harus diyakini sepenuh hati dan tidak boleh diragukan atau hanya diikuti tanpa pemahaman yang jelas.

Adapun penguasaan dalil-dalil terperinci dalam ilmu tauhid yang digunakan untuk menjelaskan konsep akidah yang rumit, hal ini hanya diwajibkan bagi individu yang mampu di masing-masing daerah. Jika di suatu daerah sudah ada yang melakukannya dan tugas tersebut dapat ditangani, maka yang lain tidak wajib mempelajarinya, meskipun akan lebih baik jika mereka melakukannya sebagai sunnah. Menurut Ibnu Rusyd, mempelajari dalil semacam ini adalah sunnah bagi semua orang. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?