- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kisah Kebingungan Imam al-Haramain dalam Aqidah

Google Search Widget

Imam al-Haramain, yang memiliki nama lengkap Abul Ma’ali Abdul Malik bin Abdillah Al-Juwaini An-Naisaburi, dikenal sebagai seorang ulama besar dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau adalah guru dari Imam al-Ghazali (505 H) dan memiliki pengaruh besar dalam bidang fiqih dan aqidah. Dalam fiqih, beliau terkenal dengan karya monumental “Nihayat al-Mathlab” yang merangkum berbagai pendapat ulama Syafi’iyah. Dalam aqidah, beliau berperan penting dalam pengembangan manhaj aqidah Asy’ariyah.

Namun, terdapat sebuah kisah yang menarik tentang kebingungan Imam al-Haramain ketika ditanya mengenai firman Allah, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (Yang Maha Pengasih istawa atas ‘Arsy). Dalam kisah yang diriwayatkan oleh Adz-Dzahabi, al-Hamadani bertanya tentang makna dari pernyataan tersebut. Imam al-Haramain menjawab dengan bingung dan tidak memberikan jawaban yang memuaskan, malah menunjukkan reaksi emosional yang tidak biasa bagi seorang ulama sepertinya.

Kisah ini sering dijadikan bahan kritik oleh para penentang manhaj Asy’ariyah, yang berargumen bahwa kebingungan Imam al-Haramain menunjukkan kelemahan dalam pemahaman aqidah mereka. Namun, penting untuk meneliti lebih dalam mengenai sanad (rantai riwayat) dan matan (isi) dari kisah ini.

Sanad kisah ini dikritik karena terdapat ketidakcocokan antara waktu hidup para periwayatnya. Misalnya, Adz-Dzahabi yang lahir pada tahun 673 H tidak mungkin bertemu dengan Abu Mansur bin al-Walid al-Harimi yang wafat pada tahun 643 H. Selain itu, Imam as-Subki juga menilai bahwa sanad kisah ini lemah dan tidak dapat diterima.

Dari segi matan, reaksi emosional Imam al-Haramain yang digambarkan dalam kisah tersebut tampak tidak masuk akal. Seorang ulama besar seperti beliau tidak mungkin menunjukkan kebingungan sedemikian rupa dalam situasi tersebut. Sebaliknya, jawaban atas pertanyaan al-Hamadani sebenarnya sudah ada dalam literatur aqidah sebelumnya dan dapat dijelaskan dengan baik oleh para ulama yang mengikutinya.

Kesimpulannya, kisah ini menggambarkan bagaimana pentingnya memeriksa dengan teliti sumber-sumber yang ada dalam tradisi keilmuan Islam. Kebingungan yang dialami oleh Imam al-Haramain dalam kisah ini lebih mencerminkan kelemahan dalam sanad dan matan cerita tersebut, daripada menunjukkan kekurangan dalam pemahaman aqidah Asy’ariyah. Wallahu A’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?